Jakarta (ANTARA News) - Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengaku akan kooperatif terhadap proses hukum di Badan Reserse Kriminal Polri.

"Saya ke Bareskrim, setelah itu nanti ke Bengkulu atau ke mana saya ikut saja," kata Novel di Gedung KPK Jakarta, Kamis.

Pada hari Kamis (3/12), Novel Baswedan didampingi Kabiro Hukum KPK AKBP Setiadi, dua orang Biro hukum KPK, serta dua orang pengacara mendatangi Bareskrim Polri untuk menandatangani surat pelimpahan tahap dua, artinya berkas penyidikan dinyatakan selesai untuk diserahkan ke kejaksaan.

Namun, penyidik membawa Novel dan rombongan ke Bengkulu dan mengeluarkan surat penahanan terhadap Novel dalam kasus dugaan penaniayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004.

Bahkan, Novel pun akhirnya tidak jadi menandatangani berkas pelimpahan tahap dua.

"Saya tidak tahu alasan penundaan (pelimpahan). Saya tidak tahu, yang jelas serkarang ini kalau memang tahap kedua, ini yang kedua kali, yang pertama kemarin tidak jadi. Sekarang ini saya datang. Ini menunjukkan kalau saya kooperatif dengan hal-hal yang formal yang harus saya lakukan," kata Novel.

Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan bahwa KPK juga sudah menerima surat pelimpahan tahap dua untuk Novel yang akan dilakukan pada hari ini di Kejaksaan Agung.

"Saya serahkan ke pimpinan saja," jawab Novel saat ditanya mengenai kemungkinan pimpinan KPK mengirimkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3).

Novel sebelumnya juga pernah dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri pada tengah malam 1 Mei 2015. Namun, tiga pimpinan KPK, yaitu Taufiequerachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji, mendatangi Mabes Polri untuk bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol. Barodin Haiti dan penahanan Novel pun ditanguhkan.

Dalam perkara tersebut, Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan/atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 Ayat (2) KUHP dan/atau Pasal 422 KUHP juncto Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu pada tanggal 18 Februari 2004.

Ia dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada tahun 2004.

Pada bulan Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.

Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu (iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pada tanggal 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol. Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat yang bersangkutan menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.

Namun, pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.