Yogyakarta (ANTARA News) - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada mendorong pengawasan internal dan eksternal terhadap hakim Mahkamah Konstitusi selama momentum Pemilihan Kepala Daerah guna menghindari potensi intervensi saat terjadi sengketa hasil pemungutan suara.
"Perlu diawasi jangan sampai muncul kasus," kata peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Fariz Fachryan di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, pengawasan itu bukan hanya perlu dilakukan oleh Dewan Etik secara internal, melainkan juga secara eksternal oleh masyarakat. "Ada ratusan calon kepala daerah yang ikut Pilkada serentak, sangat rentan jika pemerintah maupun masyarakat tidak memonitor ini," kata dia.
Seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK), kata dia, perlu dilarang berhubungan dengan seluruh calon yang berpotensi mengalami sengketa Pilkada, sebab selain berpotensi konflik kepentingan, sengketa Pilkada juga rentan dengan praktik suap. "Bahkan kalau menurut saya (hakim MK) diisolasi dulu selama momentum Pilkada ini," kata dia.
Sementara itu, praktisi hukum Achiel Suyanto menilai untuk menjaga martabat MK, seharusnya persoalan sengketa pilkada cukup diselesaikan di tingkat Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kewenangan MK, menurut dia, perlu dikembalikan kepada asalnya yakni cukup menangani"judicial review" yang berkaitan dengan perundang-undangan.
Selanjutnya, kata dia, apabila masih terdapat perselisihan cukup diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) seperti diatur Pasal 1 angka 3 UU PTUN.
"Dengan diserahkan ke KPU memiliki kewenangan untuk mengurusi sendiri agar berjalan efektif. Apapun yang terjadi itu keputusan KPU," kata dia.
PUKAT dorong pengawasan hakim MK selama Pilkada
7 Desember 2015 20:55 WIB
ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (ANTARA)
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: