Karor Lal Esan, Pakistan (ANTARA News) - Kerabat dari Tashfeen Malik, warga Pakistan yang terlibat dalam penembakan massal di California beberapa waktu lalu mengaku malu atas kejahatan yang dilakukan perempuan yang oleh bekas teman-teman sekolah dan gurunya digambarkan sebagai siswa pendiam dan religius itu.
Tashfeen Malik (29) dan suaminya Syed Farook (28) menembak mati 14 orang di sebuah pusat pelayanan sosial di San Bernardino Rabu lalu. Aksi itu dipuji ISIS dengan mengatakan pasangan itu tentara khalifah.
"Kami malu dan terkejut atas tindakan keponakan kami" kata paman Tashfeen, Malik Ahmed Ali Aulakh kepada AFP.
Menurut pamannya yang merupakan mantan menteri provinsi itu, Tashfeen dilahirkan di desa Karor Lal Esan di pusat Provinsi Punjab namun kemudian pindah ke Arab Saudi pada 1989.
Ayah Tashfeen, Gulzar Malik yang seorang insinyur telah berpisah dari keluarga dan tidak pernah datang kembali bahkan untuk menghadiri pernikahan keluarga dekat, kata Aulakh.
Pernyataan itu dibenarkan paman Tashfeen lainnya, Malik Omar Ali Aulakh.
"Kami tidak berhubungan dengan keluarga Gulzar dan ia menghindari kontak dengan kami," tuturnya.
Sabtu, agen intelijen Pakistan telah menggeledah rumah kedua keluarga Tashfeen di kota Multan, sekitar 200 kilometer sebelah barat laut desa leluhur mereka, namun tidak membuahkan hasil.
Seorang reporter AFP melihat seorang perempuan mengenakan cadar hitam dan sweter hijau dan seorang lelaki berjanggut pergi meninggalkan rumah berlantai dua bercat merah muda, di sebuah lingkungan perumahan menengah, dengan membawa barang bawaan mereka.
"Perempuan itu adalah keluarga Gulzar Ahmed Malik sedangkan lelaki yang bersamanya adalah paman dari pihak ibu. Mereka tinggal di rumah ini dan sekarang mereka sudah pergi ke suatu tempat. Saya tidak tahu ke mana mereka pergi," ujar Zulfiqar, seorang warga wilayah itu.
Siswa yang patuh
Wilayah selatan Punjab tempat Tashfeen berasal, telah lama dikaitkan dengan Sufisme dan mengabdikan diri untuk orang-orang suci yang dianggap sesat oleh penganut Islam ortodoks.
Menurut Mohammad Jamil, tetangga ayah Tashfeen, salah seorang paman Tashfeen adalah pengikut sufi.
"Kami tidak ingin muslim melakukan hal-hal itu. Orang-orang pengikut aliran itu harus dihukum, termasuk Tashfeen yang telah mempermalukan Pakistan," kata Jamil.
Hingga kini belum jelas di mana Tashfeen teradikalisasi, namun saat ia kembali ke Pakistan pada 2007-2013 untuk mengejar gelar bidang farmakologi di Universitas Bahauddin Zakariya, ia merupakan siswa yang taat beragama dan bercadar.
"Ia tidak terbuka atau ultramodern namun berpikiran religius, sopan, dan patuh," ujar Khalid Hussain Janbaz, kepala departemen farmasi universitas itu.
Seorang rekan mahasiswa yang namanya tidak ingin disebutkan mengatakan kepada AFP bahwa Tashfeen tinggal di asrama universitas selama dua tahun sebelum pindah ke rumah yang dihuni ibu dan saudara perempuannya.
"Dia sering menonton program TV bertema agama dan menghadiri kuliah agama. Tashfeen tetap berkomunikasi dengan beberapa temannya di Facebook dan mengatakan pada salah seorang teman bahwa ia sedang hamil," kata mahasiswa itu.
"Ia lebih suka memakai jilbab atau cadar selama berada di universitas dan dalam seluruh foto dokumen universitas memang dia selalu mengenakan cadar," tambah mahasiswa itu.
Jangan salahkan Pakistan
Minggu, pemerintah Pakistan mengeluarkan pernyataan yang intinya mengutuk serangan di California itu, namun Menteri Dalam Negeri Pakistan Chaudhry Nisar Ali Khan menegaskan bahwa negaranya tidak bisa bertanggung jawab.
"Kami telah menghubungi pemerintah AS dan akan memberikan segala bantuan hukum jika diminta," kata Khan kepada wartawan di Islamabad.
Namun ia menambahkan suatu negara atau agama tidak dapat bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan seorang individu.
"Saya menghargai pendekatan bijaksana yang dilakukan pemerintah AS dalam menyikapi masalah ini," kata dia seperti dikutip AFP.
(Y013/M016)
Keluarga pelaku penembakan California mengaku malu
7 Desember 2015 16:15 WIB
Kombinasi foto dari akun media sosial yang menunjukkan foto korban penembakan San Bernardino. (REUTERS/Via Social Media )
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: