Peluncuran sistem penghitungan emisi karbon itu dipimpin Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, bersama Menteri Lingkungan Hidup Australia, Greg Hunt, dan General Director CIFOR, Peter Holmgren.
Dalam sambutannya, Witoelar mengatakan sistem penghitungan emisi karbon berbasis data spasial dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu akan membantu Indonesia memantau perkembangan penurunan emisi dengan target sebesar 29 persen pada 2030.
"Kami berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim sesuai komitmen sebesar 29 persen dan sistem ini akan sangat membantu," kata dia.
INCAS kata dia merupakan unit di bawah pengelolaan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hunt menyampaikan apresiasi atas kerja keras tim peneliti INCAS yang sudah menyelesaikan sistem penghitungan emisi karbon yang dapat diakses oleh publik tersebut.
"Ini kemajuan besar dalam sistem penghitungan emisi karbon dan Indonesia yang merupakan salah satu negara pemilik hutan tropis dan hutan mangrove terbesar di dunia sangat membutuhkan teknologi ini," katanya.
Dia mengharapkan dengan beroperasinya INCAS, Indonesia akan lebih mudah menarik bantuan dana pelestarian hutan untuk mitigasi perubahan iklim.
Ketua Tim Peneliti INCAS, Haruni Krisnawati, mengatakan, INCAS merupakan sistem penghitungan emisi karbon yang sudah diuji para pakar sehingga dinyatakan memenuhi kriteria Transparancy, Acuntability, Consistently, Completeness dan Comparable (TACCC).
"Kami fokus mengembangkan sistem ini mulai 2011 dengan data terbaru yang diolah adalah data tutupan hutan dan lahan pada 2012. Jadi informasi yang muncul bukan emisi karbon keseluruhan, tapi hanya dari hutan dan lahan," katanya.
Dia mengatakan, INCAS dapat digunakan seluruh pihak untuk berbagai kepentingan dan dapat diakses semua pihak di alamat www.incas-indonesia.org dan sudah mengakomodir seluruh data emisi dari seluruh provinsi di Indonesia.
Selain data emisi karbon, INCAS kata dia juga dapat menghitung stok karbon hutan dan lahan di Indonesia, termasuk di atas dan bawah tanah, seperti lahan gambut dan hutan mangrove.
Secara sederhana Haruni menjelaskan bahwa analisis INCAS berawal dari data tentang tutupan hutan dan lahan dari data spasial milik LAPAN. Selanjutnya dibandingkan dengan data Kementerian LHK tentang kawasan dan fungsi hutan, data lahan konsesi dan data jenis tanah.
"Termasuk data tentang kebakaran juga dimasukkan yang diolah sendiri oleh tim, karena belum ada data tentang kebakaran, termasuk titik dan tingkat keparahan areal yang terbakar," katanya.