Jakarta (ANTARA News) - Ekonom asal Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan kelas menengah di Tanah Air lebih bermental strata menengah dibandingkan bersikap kritis dan terlibat aktif dalam lingkungan.

"Strata menengah lebih bersifat konsumtif sedangkan kelas menengah lebih bersifat kritis dan mau menyinari lingkungannya," ujar Faisal Basri dalam Diskusi Panel Serial ke-5 "Dinamika Proses Keindonesiaan" yang diselenggarakan Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) di Jakarta, Sabtu.

Kelas menengah Tanah Air, lanjut dia, pada dasarnya merupakan motor penggerak dinamika suatu masyarakat, karena dari kalangan menengah pula tumbuh dan berkembang gagasan bagi seluruh masyarakat.

"Sayangnya peran kelas menengah khususnya di Indonesia, belum dapat berperan menjadi kekuatan dinamik untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera bagi seluruh lapisan dan kalangan yang ada dalam batang tubuh bangsa ini," jelas dia.

Padahal telah menjadi rahasia umum, jika hampir semua jenis ideologi ekonomi pernah dicoba di Tanah Air.

Oleh karena itu, masyarakat kelas menengah perlu melakukan perubahan untuk segera mengatasi berbagai persoalan seperti pengelolaan sumber daya alam, melindungi rakyat dari ganasnya pasar dan globalisasi dan memperkuat jantung perekonomian.

Menurut Faisal Basri, banyak fenomena yang patut disikapi terkait semakin banyaknya impor pangan dan produk manufaktur, serta energi. Fenomena maraknya impor tersebut dimulai pada 2007 hingga saat ini.

Faisal Basri berharap agar nasionalisme harus diperkuat.

"Nasionalisme disini adalah pencerminan dari tekad suatu bangsa untuk memperkokoh eksitensi negaranya dan memajukan kehidupan rakyatnya di tengah pergaulan masyarakat dunia yang terbuka dan berkeadaban, dengan melakukan tindakan-tindakan yang memperkuat peran negara dalam melayani masyarakatnya," papar dia.

Sementara itu, Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Pontjo Sutowo, menyatakan jika hingga saat ini ekonomi nasional masih bercorak ekonomi kolonial, yaitu bertitik berat pada ekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi. Kenyataan itu lebih diperparah dengan dipraktikkannya paham neo-liberalisme dalam kebijakan pemerintah.

"Sesungguhnya kita belum siap bersaing dalam suatu sistem pasar bebas yang benar-benar terbuka," kata Pontjo.

Ketua SC YSNB, Bagiono DS, mengatakan kelas menengah terdiri dari kelompok besar yakni bermodal ekonomi, bermodal budaya intelektual, budaya politik, budaya birokrasi dan budaya seni.

(T.I025)