Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menegaskan rekaman suara kasus PT Freeport Indonesia bukanlah penyadapan namun tetap bisa dijadikan alat bukti untuk mengusutnya.

"Ini bukan penyadapan, merekam pertemuan mereka itu, kan semuanya sudah dijelaskan di MKD," kata Jaksa Agung, HM Prasetyo, di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan pidana itu mencari kebenaran materiil yang penting substansinya benar atau tidak.

Dikatakan, penyadapan itu diatur oleh ketentuan seperti kejaksaan harus meminta izin dari pengadilan dan berbeda halnya dengan KPK yang setiap saat bisa melakukan penyadapan.

Ia mengatakan Maroef Sjamsoeddin, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, tidak memiliki kompetensi untuk menentukan soal keabsahan rekaman tersebut seperti saat proses meminta keterangan di MKD.

Adanya dugaan nanti kita yang akan menentukannya, kalau kita ke arah masalah kriminalitas atau tidak, katanya.

Kejaksaan Agung akan meminta bantuan ahli informatika dan telekomunikasi ITB untuk mengecek keaslian rekaman perbincangan yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto.

"Kalau menurut yang kita dengar di sidang MKD diakui sebagai kebenaran itu, jadi tidak ada satu pihak manapun yang tentunya harus membantah itu. Tapi nanti kejaksaan akan meminta bantuan dari ahli IT di ITB Bandung, sudah dihubungi nanti kami minta untuk bantu, menentukan keaslian suara dan sebagainya," kata Prasetyo, di Jakarta, Jumat.

Di bagian lain, ia menyatakan pihaknya sampai sekarang masih mengevaluasi kembali hasil pemeriksaan terhadap Sjamsoeddin, yang dilakukan pada Jumat (4/12).

"Kami masih mau evaluasi lagi apa yang diketahui, apa yang dialami sendiri, dia dengar dan dia saksikan. Itu yang kita perlukan," katanya.