Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans Jamaluddien Malik didakwa menerima Rp21,38 miliar dari anak buahnya, pihak swasta, dan kepala daerah pada periode 2012-2014.

Jamaluddien didakwa dengan dua dakwaan yaitu pertama memaksa pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans untuk memotong anggaran periode 2012-2014 hingga mencapai Rp6,734 miliar dan kedua menerima hadiah dari Ronald Lesley selaku Direktur PT Wilko Jaya hingga Rp14,65 miliar bersama-sama dengan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Charles Jones Mesang.

"Terdakwa Jamaluddien Malik, bersama-sama dengan Achmad Said Hudri selaku Sekretaris Ditjen (Sesditjen) P2KTrans (sekarang berganti nama menjadi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yaitu menguntungkan terdakwa, menguntungkan Achmad Said Hudri, I Nyoman Suisnaya dan Dadong Ibarelawan," kata jaksa penuntut umum KPK Mochamad Wiraksajaya dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.

Perbuatan itu dilakukan dengan cara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya yaitu memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans untuk menyerahkansejumlah yang guna kepentingan terdakwa dengan cara memotong pembayaran, mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif; memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

"Yaitu terdakwa memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans, yakni Djoko Haryono, Rini Nuraini, Darmansyah Nasution, Rina Puji Astuti, Rini Birawaty, Mamik Riyadi, dan Syafrudin untuk memberikan sejumlah uang kepada terdakwa guna kepentingan terdakwa dengan cara memotong anggaran sebesar 2-5 persen dari beberapa mata anggaran masing-masing Direktorat dan Sekretariat."

Kemudian mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif dengan disertai ancaman akan mencopot jabatannya, memutasi ke satuan kerja yang dapat menghambat karirnya yaitu ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan memberikan penilaian yang buruk dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil, tambah jaksa Wiraksajaya.

Untuk mengumpulkan setoran dari PPK masing-masing Direktorat, Jamaluddien menunjuk Sudarso dan Syafruddin sebagai pengumpul uang.

"Karena ancaman dan pemaksaan tersebut, para PPK mengumpulkan uang dengan memotong pembayaran dan pencairan anggaran untuk kegiatan fiktif serta meminta uang kepada rekanan Ditjen P2KTrans," ungkap jaksa Wiraksajaya.

Sehingga sepanjang 2013-2014, para PPK menyetorkan uang hingga seluruhnya mencapai Rp6.734.078.000 yang diserahkan Sudarso maupun Syafrudin secara bertahap.

Penyerahan tersebut dilakukan dengan cara menyerahkan dalam bentuk tunai kepada Jamaluddien maupun dipergunakan untuk membiayai kepentingan pribadi terdakwa seperti membiayai pengajian dalam rangka memperingati ulang tahun terdakwa, membiayai acara pengajian rutin, uang saku terdakwa dalam rangka perjalanan ke luar negeri, diberikan kepada staf khusus menteri, membayar pembantu di rumah dinas terdakwa, biaya operasional terdakwa, membayar pajak mobil pribadi terdakwa, membayar honor sopir pribadi, pembuatan baju terdakwa, tagihan karangan bungan, membeli 1 unit treadmill dan untuk kepentingan terdakwa lainnya serta diberikan kepada Achmad Said Hudri Rp30 juta, diberikan kepada I Nyoman Suisnaya sejumlah Rp147,5 juta, dan diberikan kepada Dadong Irbarelawan Rp50 juta yang semuanya dilakukan atas perintah terdakwa.

Perbuatan tersebut diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1), ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Jamaluddien Malik sebagai Dirjen P2KTrans bersama-telah menerima hadiah bersama-sama dengan Achmad Said Hudri dan Anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar DPR Charles Jones Mesang dengan nilai total Rp14,65 miliar dari Ronald Lesley selaku Direktur PT Wilko Jaya sebagai penyedia barang dan jasa di Provinsi Sumsel, Rohadi selaku penyedia barang/jasa di Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan; Yohanis Elo Kaka selaku direktur Surya Mekar Raya yang merupakan penyedia barang/jasa di Kabupaten Sumba Timur.

Selanjutnya dari M Yasin selaku Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Mobilisasi Penduduk Kabupaten Aceh Timur; Embang Bela selaku Sekretaris Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bellu; Tamsil selaku Kepala Bidang Transmigrasi pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyuasin; Frederik S.B Haning selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Rote Ndao; Muhammad Arifin selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mamuju; Arfa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Takalar.

Kemudian dari Mona Howarto selaku penyedia barang/jasa di Kabupaten Sigi; Mahmudin Jamal selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Poso; Abdul Agfar Patanga selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tojo Una Una; Maryono Hadi Sanyoto selaku Direktur PT Wirata Daya Muktitama yang merupakan penyedia barang/jasa di Kabupaten Kayong Utara; Yohana Sara Ritha selaku PPK pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi Kabupaten Toraja Utara.

Selanjutnya Mudiyanto selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kabupaten Konawe dan Alex Emakalo selaku kuasa Direktur PT Bantana Permai yang merupakan penyedia barang/jasa di Kabupaten Teluk Wondama,

Uang itu diduga ditujukan agar Jamaluddien mengusulkan atau memberikan Dana Tugas Pembantuan kepada Provinsi Sumsel, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Banyuasin, Sumba Timur, Aceh Timur, Bellu, Rote Ndao, Mamuju, Takalar, Sigi, Tojo Una Una, Kayong Utara,Toraja Utara, Konawe dan Teluk Wondama.

Anggota Komis IX DPR RI Charles Jones Mesang disebut menerima uang Rp9.750 miliar dari jumlah itu yang diberikan sebagai wujud realisasi komitmen sebesar 6,5 persen dari dana optimalisasi yang akan diterima oleh Ditjen P2KTrans.

"Terdakwa memerintahkan Achmad Said untuk menemui Charles Jones Mesang di gedung DPR supaya memastikan usulan tambahan anggaran untuk optimalisasi tugas pembantuan khusus Ditjen P2KTrans sejumlah Rp175 miliar dapat disetujui. Atas permintaan itu, Charles meminta 6,5 persen dari dana optimalisasi," ungkap anggota JPU KPK Abdul Basir.

Atas permintaan itu, Jamaluddien memerintahkan Achamd Said supaya memberitahu sejumlah Kepala Daerah atau Kepala Dinas Transmigrasi calon penerima dana optimalisasi bahwa merka akan menerima dana Tugas Pembantuan dengan syarat menyerahkan 9 persen dari dana yang akan diterima tiap provinsi atau kabupaten/kota.

Ditjen P2KTrans akhirnya mendapat alokasi dana Tugas Pembanguan daerah sejumlah Rp150 miliar kemudian Jamaluddien mengumpulkan Kepala Daerah dan Kepala Dinas yang bakal menerima dana itu untuk membicarakan teknis penyerahan komitmen 9 persen.

"Menindaklanjuti permintaan terdakwa para Kepala Dinas yang membidangi tramsmgrasi atau calon rekanan yang akan dimenangkan dalam pengadaan barang/jasa yang akan dibiayai dari dana Tugas Pembantuan TA 2014 menyetor dana pada terdakwa yang seluruhnya berjumlah Rp14,650 miliar," ungkap Jaksa Basir.

Setelah menerima uang komitmen dari 18 daerah tersebut, Jamaluddien kemudian memberikan dana itu pada Charles sejumlah Rp9,75 miliar sesuai komitmen awal. Dana diberikan melalui Achmad Said dalam bentuk dolar AS.

"Setelah Charles JOnes Mesang menerima uang itu, kemudian sebagian diberikann kembali kepada Achmad Said Hudri sejumlah 20 ribu dolar AS, diberikan secara bertahap kepada Achmad Said Hudri sejumlah Rp200 juta, diberikan kepada Syafruddin (PPK pada Setditjen Kemenakertrans) Rp150 juta dan Dadong Irbarelawan Rp105 Juta," tambah jaksa Abdul Basir.

Akibat perbuatannya, Jamal didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.