Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai Majelis Kehormatan Dewan (MKD) sungguh telah dibajak oleh kepentingan fraksi sehingga MKD kehilangan independensinya.

"Jika independensi MKD sudah digerogoti maka lembaga tersebut sebenarnya telah secara meyakinkan kehilangan legitimasinya untuk menjadi penegak etik untuk kasus Setya Novanto ini," kata dia di Jakarta, Selasa.

Dia mengkhawatirkan apa yang sesungguhnya terjadi di MKD semakin menyingkapkan kebobrokan moral DPR.

"Saya kira MKD ini menjadi penopang utama bagi perbaikan citra DPR. Akan tetapi harapan itu ternyata sirna," sesalnya.

Di sisi lain, rakyat tidak memiliki mekanisme resmi mengintervensi proses politik di DPR, kendati bukan berarti rakyat tak mempunyai sarana dalam menekan parlemen.

"Sebagai institusi politik, eksistensi DPR ditentukan oleh kepercayaan masyarakat. Dan melihat DPR saat ini, hampir tak ada lagi alasan untuk tetap percaya pada kata dan perbuatan serta kebijakan mereka. DPR sebenarnya sudah kehilangan kepercayaan, secara politik sebenarnya DPR sudah tidak ada," kata Lucius.

Sejumlah fraksi mengganti anggotanya di MKD di mana anggota baru dari Fraksi Partai Golkar kembali mengungkit keabsahan posisi Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Setya Novanto, sehingga sidang MKD menjadi tertunda.

Ketua DPR RI Setya Novanto dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD atas dugaan melanggar kode etik dengan terlibat dalam proses renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Novanto dituding mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden serta disebut-sebut meminta saham kepada Freepor. Kini MKD tengah berupaya menggelar persidangan atas dugaan pelanggaran etik itu, namun terkendala masalah "legal standing" pelaporan.