Surabaya (ANTARA News) - Kompetensi Anak Buah Kapal (ABK) maupun nahkoda kapal perlu diasah demi keselamatan pelayaran di pelabuhan, setelah belajar dari peristiwa tenggelamnya KM Wihan sejahtera pada 16 November lalu.

"Pada saat kapal berlayar itu pasti pernah cikar ke kiri dan ke kanan, maka ABK seharusnya bisa mengerti perhitungan, seperti untuk 30 derajat ke kiri dan ke kanan harus 28 detik dan sebagainya, agar bisa merasakan stabilitas kemiringan yang berlebihan," kata Pakar Perkapalan ITS Surabaya, Ir. Indrajaya Gerianto,M.Sc, Senin.

Ia mengatakan, jika ABK tidak mengetahui bangunan atas berubah dari 4 mili menjadi 8 mili, sehingga sentral of grafity naik, namun dengan perasaan seharusnya mereka juga bisa mengetahui sudut kemiringan.

Di sisi lain, President Director PT Adiluhung Saranasegara Indonesia, Anita Puji Utami mengatakan bahwa pemegang peran adalah ABK karena ia yang berhak memutuskan menolak berlayar, mengoperasikan, dan sebagainya.

"Yang paling memegang peran adalah ABK atau nahkoda, jadi nahkoda berhak mempunyai hak apapun apakah ia berlayar, mengoperasikan, dan sebagainya. Ketika kapal itu berangkat, jumlah semuanya itu juga tergantung dari nahkoda," ujarnya.

Menurut pengalamannya ketika melakukan audit atau pengecekan yang seringkali memang ditemui miss terhadap pola komposisi baik secara kualiti, kuantiti, dan kompetensi yang harus bisa membaca stabilitas keadaan kapal.

Dalam kesempatan tersebut, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait Keselamatan Pelayaran di Pelabuhan tentang Kasus KMF Wihan Sejahtera yang digelar Fakultas Teknik Kelautan ITS, menghasilkan beberapa poin.

"Salah satu yang difokuskan adalah kompetensi dan manajemen ABK yang harusnya bisa lebih baik, karena sumber daya manusia di Indonesia masih dinilai kurang, sedangkan tenaga kerja Indonesia biasanya lebih suka bekerja di kapal penangkap ikan luar negeri," kata pakar Kelautan, Daniel M. Rosyid.

Selain itu, lanjutnya harus ada gerakan keselamatan pelayaran untuk memberikan tanda-tanda kapal yang membahayakan penumpang, agar mengurangi angka kecelakaan kapal di laut dan menimbulkan korban.

"Ketika KM Wihan Sejahtera akan berangkat, salah satu penumpang telah merasakan kemiringan, sementara yang penumpang lainnya dna ABK tidak merasakannya. Inilah yang harus disoroti untuk ke depannya agar tidak timbul lagi kecelakaan kapal," tandasnya.