Festival Ketoprak DIY soroti kisah Kerajaan mMataram
29 November 2015 01:39 WIB
Dokumentasi Menteri BUMN, Dahlan Iskan (kiri)m tampil bersama Direktur Utama PT PP, Bambang Triwibowo (kanan), mementaskan Ketoprak Tokoh BUMN bertajuk Raden Wijaya Winisudha di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (29/3) malam. Kementerian BUMN berkerja sama dengan Rumah Budaya Nusantara Puspo Budoyo menampilkan Ketoprak Tokoh BUMN yang merupakan komunitas para tokoh BUMN yang peduli akan seni teater tradisi nusantara, di antaranya ketoprak, ludruk, dan wayang orang. (ANTARA FOTO/Teresia May)
Yogyakarta (ANTARA News) - Festival Ketoprak antarkabupten/kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta 2015 yang dibuka di Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu malam, menyoroti kisah Kerajaan Mataram sejak kepemimpinan Amangkurat I.
"Tema-tema yang ditentukan dalam pementasan Festival Ketoprak kali ini meliputi kisah kerajaan Mataram sebelum perjanjian Gianti," kata ketua Festival Ketoprak antarkabupaten/kota se-DIY 2015, Wasdiyanta, seusai pementasan.
Festival Ketoprak antarkabupaten/kota se-DIY 2015 diikuti oleh lima kontingen dari Kabupaten Kulon Progo, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, serta Kabupaten Bantul mulai 28-30 November 2015.
Hari pertama Pementasan Festival Ketoprak pada malam itu menampilkan dua kontingen, yakni dari Kabupaten Kulon Progo dengan garapan lakon "Kasetyan" dan kontingen dari Kota Yogyakarta dengan lakon berjudul "Miyur".
Lakon berjudul "Kasetyan" yang dibawakan peserta dari Kulon Progo mengisahkan Kediktatoran Raja Mataram Amangkurat I terhadap rakyatnya. Melihat kesengsaraan rakyat Mataram, seorang pemuda bernama Damar melakukan gerakan bersama rakyat untuk melawan kebijakan Amangkurat I.
Karena kesetiaannya pada Negara Mataram, hubungan asmaranya dengan putri Amangkurat I tidak mengurungkan niatnya untuk melawan ayahnya. Hingga akhirnya ia melakukan kudeta terhadap Amangkurat I bersama-sama dengan Pangeran Trunojoyo dari Madura.
"Kisah-kisah Mataram perlu terus dilestarikan sebagai bagian dari sejarah peradaban masyarakat," kata Wasdiyanta.
Menurut Wasdiyanta seluruh lakon yang dibawakan masing-masing peserta berpijak pada legenda atau sejarah dari buku Babad Tanah Jawi. Meski demikian, menurut dia, peserta diberi keleluasaan dalam mengeksplorasi alur cerita, asalkan tetap dalam koridor tradisi Yogyakarta.
"Dengan pembebasan itu akan muncul karya dari penulis-penulis naskah baru yang membantu mengajak generasi muda mencintai seni budaya ketoprak," kata dia.
Wasdiyanta mengatakan ketoprak merupakan potensi kesenian tradisional yang layak dilestarikan sebagai representasi kearifan lokal Yogyakarta.
Sehingga dengan Festival yang secara rutin digelar setiap tahun itu, Ia berharap dapat mendukung regenerasi serta memperkuat keberadaan seni Ketoprak Mataram.
"Untuk memperkuat fundamen identitas ketoprak Mataram," kata dia.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Umar Priyono, mengatakan, "Generasi muda inilah yang nantinya diharapkan menjadi generasi penerus yang menghidupkan. Ketoprak di Yogyakarta."
Pada hari kedua (29/11) Festival Ketoprak akan menampilkan kelompok dari Gunung Kidul dengan lakon Penjalik Pethuk serta Kabupaten Sleman dengan lakon berjudul Rara Mangli.
Sementara pada hari terakhir (30/11) akan menampilkan kontingen Kabupaten Bantul yang akan menampilkan lakon "Nalika Rasa Sengit Kalah Dening Pangapura".***4***
"Tema-tema yang ditentukan dalam pementasan Festival Ketoprak kali ini meliputi kisah kerajaan Mataram sebelum perjanjian Gianti," kata ketua Festival Ketoprak antarkabupaten/kota se-DIY 2015, Wasdiyanta, seusai pementasan.
Festival Ketoprak antarkabupaten/kota se-DIY 2015 diikuti oleh lima kontingen dari Kabupaten Kulon Progo, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, serta Kabupaten Bantul mulai 28-30 November 2015.
Hari pertama Pementasan Festival Ketoprak pada malam itu menampilkan dua kontingen, yakni dari Kabupaten Kulon Progo dengan garapan lakon "Kasetyan" dan kontingen dari Kota Yogyakarta dengan lakon berjudul "Miyur".
Lakon berjudul "Kasetyan" yang dibawakan peserta dari Kulon Progo mengisahkan Kediktatoran Raja Mataram Amangkurat I terhadap rakyatnya. Melihat kesengsaraan rakyat Mataram, seorang pemuda bernama Damar melakukan gerakan bersama rakyat untuk melawan kebijakan Amangkurat I.
Karena kesetiaannya pada Negara Mataram, hubungan asmaranya dengan putri Amangkurat I tidak mengurungkan niatnya untuk melawan ayahnya. Hingga akhirnya ia melakukan kudeta terhadap Amangkurat I bersama-sama dengan Pangeran Trunojoyo dari Madura.
"Kisah-kisah Mataram perlu terus dilestarikan sebagai bagian dari sejarah peradaban masyarakat," kata Wasdiyanta.
Menurut Wasdiyanta seluruh lakon yang dibawakan masing-masing peserta berpijak pada legenda atau sejarah dari buku Babad Tanah Jawi. Meski demikian, menurut dia, peserta diberi keleluasaan dalam mengeksplorasi alur cerita, asalkan tetap dalam koridor tradisi Yogyakarta.
"Dengan pembebasan itu akan muncul karya dari penulis-penulis naskah baru yang membantu mengajak generasi muda mencintai seni budaya ketoprak," kata dia.
Wasdiyanta mengatakan ketoprak merupakan potensi kesenian tradisional yang layak dilestarikan sebagai representasi kearifan lokal Yogyakarta.
Sehingga dengan Festival yang secara rutin digelar setiap tahun itu, Ia berharap dapat mendukung regenerasi serta memperkuat keberadaan seni Ketoprak Mataram.
"Untuk memperkuat fundamen identitas ketoprak Mataram," kata dia.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Umar Priyono, mengatakan, "Generasi muda inilah yang nantinya diharapkan menjadi generasi penerus yang menghidupkan. Ketoprak di Yogyakarta."
Pada hari kedua (29/11) Festival Ketoprak akan menampilkan kelompok dari Gunung Kidul dengan lakon Penjalik Pethuk serta Kabupaten Sleman dengan lakon berjudul Rara Mangli.
Sementara pada hari terakhir (30/11) akan menampilkan kontingen Kabupaten Bantul yang akan menampilkan lakon "Nalika Rasa Sengit Kalah Dening Pangapura".***4***
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: