IPB paparkan kondisi buah di Indonesia
28 November 2015 15:40 WIB
Seorang pedagang buah-buah lokal menjajakan dagaganya di Pasar Bitingan, Kudus, Jateng. (ANTARA FOTO/ Andreas Fitri Atmoko)
Bogor (ANTARA News) - Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto mengharapkan Presiden Joko Widodo mendukung penuh pengembangan buah nusantara agar meningkat produksinya dan mampu bersaing di pasar internasional
"Kita berharap, Bapak Presiden mendukung penuh upaya pengembangan buah nusantara," kata Herry dalam acara Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) 2015 di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Acara Festival Bunga dan Buah Nusantara 2015 dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, sejumlah menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Bupati Bogor, Nurhayanti, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, dan sejumlah pejabat penting lainnya.
Herry mengatakan, dalam produksi buah tingkat dunia, Indonesia memiliki tujuh jenis buah yang masuk dalam peringkat 20 besar negara sebagai produsen buah tingkat dunia.
"Ketujuh jenis buah itu adalah alpukat, pisang, pepaya, nenas, jeruk jenis orange (jeruk siam) dan semangka, manggis dan jambu biji," katanya.
Ia mengatakan, di wilayah Asia Tenggata dan Asia Selatan, produsen rambutan dan salak masih terbatas. Hal ini membuat Indonesia menjadi peringkat kelima negara produsen rambutan dan salak terbesar di dunia.
Akan tetapi, lanjut dia, dari tujuh jenis buah Indonesia, yang masuk 20 besar negara produsen buah tingkat dunia hanya produk nenas pineapple juice concentrated dan pineapple cand yang benar mampu bersaing di pada internasional.
"Rendahnya kualitas, konsisten dan keberlangsungan produksi buah nusantara sebagai akibat sistem pengusaha didominasi oleh sebagian besar petani perkebunan yang dilakukan sebagai usaha sambilan dan subsistem," katanya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, teknologi yang digunakan juga masih sederhana, skala usaha yang sangat kecil, dan terpencar-pencar di lahan perkarangan serta tidak efisiennya sistem rantai pasokan buah nusantara.
Dikatakannya, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, impor buah Indonesia mencapai 502,3 ribu ton dengan nilai 647.3 juta dolar AS untuk buah segar dan kering dan 27,7 ribu ton dengan nilai 46.9 juta dolar untuk buah olahan.
"Walaupun volumenya relatif besar, total impor buah Indonesia dibandingkan dengan total volume produksi 2013 masih dikategorikan relatif kecil, hanya sekitar 3.26 persen," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, impor buah segar dan kering Indonesia didominasi oleh kontribusi apel 27,1 persen, jeruk 18,2 persen, per 16,9 persen, anggur 16,3 persen, kelengkeng 10,3 persen, kurma 5,8 persen, buah naga 1,7 persen, kiwi 1,4 persen, dan durian 1,1 persen.
"Total nilai impor kesembilan komoditas tersebut mencapai 98,8 persen dari total impor buah segar dan kering Indonesia tahun 2013," katanya.
Sedangkan impor buah olahan Indonesia, lanjutnya, didominasi oleh kontribusi jeruk 52,8 persen, anggur 10,5 persen, apel 7,4 persen, leci atau kelengkeng 3,5 persen, ceri 2,5 persen dan pecah 1,9 persen.
"Total nilai impor buah olahan keenam komoditas tersebut mencapai 78,6 persen dari total nilai impor buah olahan Indonesia di tahun yang sama," katanya.
Herry mengatakan, pemberian nilai tambah buah nusantara menjadi satu hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi, daya saing, dan nilai jual terhadap buah produksi dalam negeri.
"Buah nusantara jauh lebih unggul dari buah impor, buahnya ada sepanjang tahun, silih berganti, rasanya lebih enak dan beraneka ragam," kata Herry.
"Kita berharap, Bapak Presiden mendukung penuh upaya pengembangan buah nusantara," kata Herry dalam acara Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) 2015 di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Acara Festival Bunga dan Buah Nusantara 2015 dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, sejumlah menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Bupati Bogor, Nurhayanti, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, dan sejumlah pejabat penting lainnya.
Herry mengatakan, dalam produksi buah tingkat dunia, Indonesia memiliki tujuh jenis buah yang masuk dalam peringkat 20 besar negara sebagai produsen buah tingkat dunia.
"Ketujuh jenis buah itu adalah alpukat, pisang, pepaya, nenas, jeruk jenis orange (jeruk siam) dan semangka, manggis dan jambu biji," katanya.
Ia mengatakan, di wilayah Asia Tenggata dan Asia Selatan, produsen rambutan dan salak masih terbatas. Hal ini membuat Indonesia menjadi peringkat kelima negara produsen rambutan dan salak terbesar di dunia.
Akan tetapi, lanjut dia, dari tujuh jenis buah Indonesia, yang masuk 20 besar negara produsen buah tingkat dunia hanya produk nenas pineapple juice concentrated dan pineapple cand yang benar mampu bersaing di pada internasional.
"Rendahnya kualitas, konsisten dan keberlangsungan produksi buah nusantara sebagai akibat sistem pengusaha didominasi oleh sebagian besar petani perkebunan yang dilakukan sebagai usaha sambilan dan subsistem," katanya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, teknologi yang digunakan juga masih sederhana, skala usaha yang sangat kecil, dan terpencar-pencar di lahan perkarangan serta tidak efisiennya sistem rantai pasokan buah nusantara.
Dikatakannya, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, impor buah Indonesia mencapai 502,3 ribu ton dengan nilai 647.3 juta dolar AS untuk buah segar dan kering dan 27,7 ribu ton dengan nilai 46.9 juta dolar untuk buah olahan.
"Walaupun volumenya relatif besar, total impor buah Indonesia dibandingkan dengan total volume produksi 2013 masih dikategorikan relatif kecil, hanya sekitar 3.26 persen," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, impor buah segar dan kering Indonesia didominasi oleh kontribusi apel 27,1 persen, jeruk 18,2 persen, per 16,9 persen, anggur 16,3 persen, kelengkeng 10,3 persen, kurma 5,8 persen, buah naga 1,7 persen, kiwi 1,4 persen, dan durian 1,1 persen.
"Total nilai impor kesembilan komoditas tersebut mencapai 98,8 persen dari total impor buah segar dan kering Indonesia tahun 2013," katanya.
Sedangkan impor buah olahan Indonesia, lanjutnya, didominasi oleh kontribusi jeruk 52,8 persen, anggur 10,5 persen, apel 7,4 persen, leci atau kelengkeng 3,5 persen, ceri 2,5 persen dan pecah 1,9 persen.
"Total nilai impor buah olahan keenam komoditas tersebut mencapai 78,6 persen dari total nilai impor buah olahan Indonesia di tahun yang sama," katanya.
Herry mengatakan, pemberian nilai tambah buah nusantara menjadi satu hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi, daya saing, dan nilai jual terhadap buah produksi dalam negeri.
"Buah nusantara jauh lebih unggul dari buah impor, buahnya ada sepanjang tahun, silih berganti, rasanya lebih enak dan beraneka ragam," kata Herry.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: