Sosiolog: agama bukan sumber radikalisme
28 November 2015 11:41 WIB
Sejumlah tokoh masyarakat, perwakilan TNI, Polri, Mahasiswa, FKPD Provinsi dan Alim Ulama mendeklarasikan anti radikalisme (termasuk ISIS) di Aula Griya Agung Palembang. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Palu (ANTARA News) - Sosilolog Universitas Tadulako Palu DR Jamaluddin Mariadjang mengatakan agama bukan merupakan sumber radikalisme karena radikalisme disebabkan oleh tekanan pada satu ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat.
Saat diminta tanggapannya terkait gerakan menangkal radikalisme atas nama agama di Palu, Sabtu, Jamaluddin agama harus dipahami secara mendalam dan mengakar.
Ia mengatakan dalam sejarah kemanusiaan yang panjang, manusia selalu diliputi oleh kekerasan. "Di balik semuanya adalah reaksi atas ketidakadilan kekuasaan," ungkapnya.
Jamaluddin menerangkan bahwa hal tersebut dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dengan mengambil simbol-simbol agama untuk menjadi landasan dan bereaksi atas ketidakadilan dari kekuasaan yang ada.
Ia juga meyakini bahwa kelompok yang menginginkan kekuasaan nantinya membawa simbol-simbol agama.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Prof. Dr. Zainal Abidin M.Ag meminta masyarakat Sulawesi Tengah mengetahui ciri-ciri kelompok serta gerakan radikalisme atas nama agama untuk mencegah terjadinya penyebaran dan pertumbuhan gerakan tersebut di masyarakat.
Ia mengatakan, masyarakat Sulawesi Tengah secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum belum mengetahui secara pasti ciri gerakan radikal dalam menyebarkan fahamnya kepada masyarakat di tanah air.
Karena itu, kata Rektor IAIN Palu itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang ciri-ciri tersebut agar gerakan radikalisme atas nama agama tidak tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.
"Pemahaman ini penting dan mendesak agar masyarakat segera bisa mengenal mana paham radikal yang mengatasnamakan agama," katanya menanggapi upaya deradikalisasi atas nama agama di Sulteng.
Saat diminta tanggapannya terkait gerakan menangkal radikalisme atas nama agama di Palu, Sabtu, Jamaluddin agama harus dipahami secara mendalam dan mengakar.
Ia mengatakan dalam sejarah kemanusiaan yang panjang, manusia selalu diliputi oleh kekerasan. "Di balik semuanya adalah reaksi atas ketidakadilan kekuasaan," ungkapnya.
Jamaluddin menerangkan bahwa hal tersebut dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dengan mengambil simbol-simbol agama untuk menjadi landasan dan bereaksi atas ketidakadilan dari kekuasaan yang ada.
Ia juga meyakini bahwa kelompok yang menginginkan kekuasaan nantinya membawa simbol-simbol agama.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Prof. Dr. Zainal Abidin M.Ag meminta masyarakat Sulawesi Tengah mengetahui ciri-ciri kelompok serta gerakan radikalisme atas nama agama untuk mencegah terjadinya penyebaran dan pertumbuhan gerakan tersebut di masyarakat.
Ia mengatakan, masyarakat Sulawesi Tengah secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum belum mengetahui secara pasti ciri gerakan radikal dalam menyebarkan fahamnya kepada masyarakat di tanah air.
Karena itu, kata Rektor IAIN Palu itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang ciri-ciri tersebut agar gerakan radikalisme atas nama agama tidak tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.
"Pemahaman ini penting dan mendesak agar masyarakat segera bisa mengenal mana paham radikal yang mengatasnamakan agama," katanya menanggapi upaya deradikalisasi atas nama agama di Sulteng.
Pewarta: Fauzi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: