Perubahan iklim kikis mata pencaharian sektor pangan
28 November 2015 10:59 WIB
Seorang warga berjalan diantara tambak yang mengering di Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (12/10). Kemarau berkepanjangan membuat pemilik tambak ikan merugi jutaan rupiah karena gagal panen. (ANTARA FOTO/Lucky R.)
Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization/FAO) menyatakan banyak mata pencaharian di sektor pangan dan pertanian terdampak oleh beragam bencana alam terkait perubahan iklim dalam beberapa dekade terakhir.
"Tahun ini saja, petani, nelayan, peternak dan rimbawan skala kecil, dari Myanmar hingga ke Guatemala, dan dari Vanuatu ke Malawi, telah melihat mata pencaharian mereka terkikis atau terhapus oleh badai, kekeringan, banjir dan gempa bumi," kata Direktur Jenderal FAO Jose Graziano da Silva dalam siaran pers Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sabtu.
Menurut laporan FAO, kekeringan, banjir, badai dan bencana lain yang dipicu oleh perubahan iklim telah meningkat dalam frekuensi dan tingkat keparahan selama tiga dekade terakhir.
Hal tersebut menurut FAO juga meningkatkan dampak kerusakan pada sektor pertanian negara-negara berkembang, dan menempatkan mereka pada risiko ketahanan pangan.
Studi tentang rata-rata bencana alam tahunan organisasi itu antara 2003 dan 2013 juga menunjukkan bahwa semua jenis bencana alam, termasuk yang terkait iklim, meningkat hampir dua kali lipat sejak 1980-an.
Sekitar 25 persen dari dampak ekonomi negatif akibat bencana terkait iklim menurut laporan itu ditanggung oleh tanaman, peternakan, perikanan dan kehutanan saja.
Sementara dalam kasus kekeringan, FAO menyatakan bahwa lebih dari 80 persen dari kerusakan dan kerugian mempengaruhi sektor pertanian, khususnya produksi ternak dan tanaman.
Di Indonesia, pemerintah menyiapkan pembentukan badan ketahanan pangan nasional untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gangguan pangan akibat perubahan iklim.
"Tahun ini saja, petani, nelayan, peternak dan rimbawan skala kecil, dari Myanmar hingga ke Guatemala, dan dari Vanuatu ke Malawi, telah melihat mata pencaharian mereka terkikis atau terhapus oleh badai, kekeringan, banjir dan gempa bumi," kata Direktur Jenderal FAO Jose Graziano da Silva dalam siaran pers Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sabtu.
Menurut laporan FAO, kekeringan, banjir, badai dan bencana lain yang dipicu oleh perubahan iklim telah meningkat dalam frekuensi dan tingkat keparahan selama tiga dekade terakhir.
Hal tersebut menurut FAO juga meningkatkan dampak kerusakan pada sektor pertanian negara-negara berkembang, dan menempatkan mereka pada risiko ketahanan pangan.
Studi tentang rata-rata bencana alam tahunan organisasi itu antara 2003 dan 2013 juga menunjukkan bahwa semua jenis bencana alam, termasuk yang terkait iklim, meningkat hampir dua kali lipat sejak 1980-an.
Sekitar 25 persen dari dampak ekonomi negatif akibat bencana terkait iklim menurut laporan itu ditanggung oleh tanaman, peternakan, perikanan dan kehutanan saja.
Sementara dalam kasus kekeringan, FAO menyatakan bahwa lebih dari 80 persen dari kerusakan dan kerugian mempengaruhi sektor pertanian, khususnya produksi ternak dan tanaman.
Di Indonesia, pemerintah menyiapkan pembentukan badan ketahanan pangan nasional untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gangguan pangan akibat perubahan iklim.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015
Tags: