Mentan minta data pangan tidak dibesar-besarkan
27 November 2015 22:43 WIB
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kanan) berbincang dengan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono (kiri) dalam Konferensi Minyak Sawit (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Bali, Jumat (27/11). Pemerintah akan berupaya meningkatkan peran Indonesia di industri sawit global melalui kebijakan biodiesel, termasuk meningkatkan daya serap biodiesel untuk Pertamina sebagai ganti minyak fosil. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Nusa Dua (ANTARA News) - Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta ketidakakuratan data pangan tidak dibesar-besarkan karena hal tersebut merupakan masalah kecil.
"Data pangan janganlah dibesar-besarkan, yang penting adalah satu tahun pemerintahan tidak ada impor, surplus kan?" ujar dia usai acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Bali, Jumat.
Menurut dia, pemerintah telah melakukan upaya maksimal untuk ketersediaan pangan sehingga hingga hari ini masih memiliki stok meskipun sebelumnya Indonesia dilanda El Nino.
Selain itu, ujar Amran, perdebatan tidak memberikan manfaat sehingga tidak perlu diperpanjang.
"Jadi jangan lagi memperdebatkan yang kecil-kecil, seperti beras plastik dulu, apa hasilnya? Tidak ada untungnya, mari kita kerja, kerja, kerja," tutur dia.
Ia juga berjanji akan segera memperbaiki data pangan yang menjadi perdebatan tersebut.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga terus berupaya melakukan perbaikan kualitas data, khususnya tanaman pangan agar informasi yang digunakan pemerintah lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kepala BPS Suryamin mengatakan dalam bisnis proses data tanaman pangan tersebut akan mengikuti tiga tahap yaitu pengumpulan data, pengolahan dan perhitungan produksi, kemudian diseminasi untuk dijadikan statistik resmi BPS.
Pengumpulan data dilakukan dari statistik pertanian (SP) untuk padi, palawija, dan lahan untuk mendapatkan luas tanam, luas panen dan luas puso/rusak, serta luas baku lahan sebagai alat kontrol estimasi luas panen pada akhir tahun.
Metodologi pengumpulan luas data panen meliputi pendekatan area, yakni data dikumpulkan per kecamatan, frekuensi pengumpulan data bulanan, dengan sumber informasi kelompok tani, aparat desa, dan sumber informasi sekunder lainnya.
"Data pangan janganlah dibesar-besarkan, yang penting adalah satu tahun pemerintahan tidak ada impor, surplus kan?" ujar dia usai acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Bali, Jumat.
Menurut dia, pemerintah telah melakukan upaya maksimal untuk ketersediaan pangan sehingga hingga hari ini masih memiliki stok meskipun sebelumnya Indonesia dilanda El Nino.
Selain itu, ujar Amran, perdebatan tidak memberikan manfaat sehingga tidak perlu diperpanjang.
"Jadi jangan lagi memperdebatkan yang kecil-kecil, seperti beras plastik dulu, apa hasilnya? Tidak ada untungnya, mari kita kerja, kerja, kerja," tutur dia.
Ia juga berjanji akan segera memperbaiki data pangan yang menjadi perdebatan tersebut.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga terus berupaya melakukan perbaikan kualitas data, khususnya tanaman pangan agar informasi yang digunakan pemerintah lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kepala BPS Suryamin mengatakan dalam bisnis proses data tanaman pangan tersebut akan mengikuti tiga tahap yaitu pengumpulan data, pengolahan dan perhitungan produksi, kemudian diseminasi untuk dijadikan statistik resmi BPS.
Pengumpulan data dilakukan dari statistik pertanian (SP) untuk padi, palawija, dan lahan untuk mendapatkan luas tanam, luas panen dan luas puso/rusak, serta luas baku lahan sebagai alat kontrol estimasi luas panen pada akhir tahun.
Metodologi pengumpulan luas data panen meliputi pendekatan area, yakni data dikumpulkan per kecamatan, frekuensi pengumpulan data bulanan, dengan sumber informasi kelompok tani, aparat desa, dan sumber informasi sekunder lainnya.
Pewarta: Dyah DA
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015
Tags: