Kemenkeu-BIN kerja sama amankan penerimaan pajak
26 November 2015 20:02 WIB
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kiri) dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso usai menandatangani kesepakatan kerja sama penerimaan pajak di Jakarta, Kamis (26/11). (ANTARA/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan dan Badan Intelijen Negara (BIN) menyepakati kerja sama mengamankan penerimaan perpajakan yang selama ini masih jauh dari potensinya karena tidak pernah mencapai target pendapatan dalam anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN).
"Fokus dari kerja sama ini adalah untuk pajak dan bea cukai. Kami berterima kasih kepada Kepala BIN untuk kerja sama penguatan intelijen dalam bidang ekonomi, khususnya penerimaan negara," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Kamis.
Komitmen kerja sama tersebut disepakati melalui penandatanganan perjanjian antara Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dengan Kepala BIN Sutiyoso.
Bambang mengatakan, kerja sama pengamanan itu dapat mulai diwujudkan untuk mencapai target penerimaan perpajakan pada 2016 senilai Rp1.546,7 triliun, dan dalam waktu dekat juga dibentuk satuan tugas optimalisasi penerimaan.
Komitmen yang terjalin dalam kerja sama tersebut mencakup pelaksanaan deteksi dini permasalahan perpajakan, pengamanan pelaksanaan penggalian potensi perpajakan, evaluasi kinerja, program dan rencana aksi strategis, serta peningkatan dan pengembangan intelijen perpajakan.
Selain itu, ada kerja sama pada tataran pusat dan daerah, penggunan, peningkatan dan pengembangan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak serta pemanfaatan data dan informasi terkait permasalahan penerimaan perpajakan.
Dengan adanya kerja sama ini, Bambang mengharapkan para pelaku bisnis ilegal atau wajib pajak bermasalah yang tidak terdeteksi oleh Kementerian Keuangan bisa dipantau melalui tindakan intelijen seperti penyadapan.
"Banyak pola bisnis yang gelap dan tidak terdeteksi di Indonesia. BIN sebagai lembaga intelijen bisa mendeteksi. Kalau PPATK, dia hanya bisa melihat transaksi keuangan, tidak bisa melihat bisnis gelap," katanya.
Kerja sama itu, ditambahkannya, juga bisa bermanfaat untuk mendukung fungsi intelijen pajak yang selama ini belum terlalu optimal untuk mendeteksi potensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak.
Kepala BIN Sutiyoso menyatakan, tugas intelijen yang bisa dilakukan dalam mengamankan penerimaan perpajakan, antara lain melakukan penyadapan serta melihat aliran dana di sistem perbankan.
"BIN memiliki kewenangan, misalnya soal penyadapan. Kemudian, bisa memeriksa aliran dana seseorang. Disebutkan juga BI dan perbankan semuanya nanti wajib memberikan keterangan," ujarnya.
Ia mengemukakan, dengan upaya intelijen tersebut, maka para pelaku pelanggaran hukum dalam bidang perpajakan akan sulit untuk berkelit, karena data yang ada akan diberikan kepada otoritas pajak maupun bea cukai untuk penagihan.
"Dengan cara itu, kecurangan bisa dikurangi. Apalagi, jajaran BIN ada di 34 provinsi, sehingga bisa memudahkan Direktorat Jenderal Pajak untuk berkolaborasi dengan BIN di daerah," demikian Sutiyoso.
"Fokus dari kerja sama ini adalah untuk pajak dan bea cukai. Kami berterima kasih kepada Kepala BIN untuk kerja sama penguatan intelijen dalam bidang ekonomi, khususnya penerimaan negara," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Kamis.
Komitmen kerja sama tersebut disepakati melalui penandatanganan perjanjian antara Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dengan Kepala BIN Sutiyoso.
Bambang mengatakan, kerja sama pengamanan itu dapat mulai diwujudkan untuk mencapai target penerimaan perpajakan pada 2016 senilai Rp1.546,7 triliun, dan dalam waktu dekat juga dibentuk satuan tugas optimalisasi penerimaan.
Komitmen yang terjalin dalam kerja sama tersebut mencakup pelaksanaan deteksi dini permasalahan perpajakan, pengamanan pelaksanaan penggalian potensi perpajakan, evaluasi kinerja, program dan rencana aksi strategis, serta peningkatan dan pengembangan intelijen perpajakan.
Selain itu, ada kerja sama pada tataran pusat dan daerah, penggunan, peningkatan dan pengembangan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak serta pemanfaatan data dan informasi terkait permasalahan penerimaan perpajakan.
Dengan adanya kerja sama ini, Bambang mengharapkan para pelaku bisnis ilegal atau wajib pajak bermasalah yang tidak terdeteksi oleh Kementerian Keuangan bisa dipantau melalui tindakan intelijen seperti penyadapan.
"Banyak pola bisnis yang gelap dan tidak terdeteksi di Indonesia. BIN sebagai lembaga intelijen bisa mendeteksi. Kalau PPATK, dia hanya bisa melihat transaksi keuangan, tidak bisa melihat bisnis gelap," katanya.
Kerja sama itu, ditambahkannya, juga bisa bermanfaat untuk mendukung fungsi intelijen pajak yang selama ini belum terlalu optimal untuk mendeteksi potensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak.
Kepala BIN Sutiyoso menyatakan, tugas intelijen yang bisa dilakukan dalam mengamankan penerimaan perpajakan, antara lain melakukan penyadapan serta melihat aliran dana di sistem perbankan.
"BIN memiliki kewenangan, misalnya soal penyadapan. Kemudian, bisa memeriksa aliran dana seseorang. Disebutkan juga BI dan perbankan semuanya nanti wajib memberikan keterangan," ujarnya.
Ia mengemukakan, dengan upaya intelijen tersebut, maka para pelaku pelanggaran hukum dalam bidang perpajakan akan sulit untuk berkelit, karena data yang ada akan diberikan kepada otoritas pajak maupun bea cukai untuk penagihan.
"Dengan cara itu, kecurangan bisa dikurangi. Apalagi, jajaran BIN ada di 34 provinsi, sehingga bisa memudahkan Direktorat Jenderal Pajak untuk berkolaborasi dengan BIN di daerah," demikian Sutiyoso.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015
Tags: