Jakarta (ANTARA News) - Ketua Setara Institute Hendardi, menegaskan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan atas kasus dugaan pencatutan nama presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto harus dilakukan secara terbuka dengan melibatkan unsur dari masyarakat.

"Sidang atas Novanto juga tidak cukup hanya melibatkan anggota MKD tetapi harus melibatkan unsur masyarakat sesuai perintah Tatib DPR, dimana majelis MKD terdiri dari tiga orang anggota MKD dan empat orang unsur masyarakat," kata Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta, Selasa.

Menurut Hendardi, kasus ini tidak bisa berujung pada pengampunan seperti kasus Donald Trumph.

"Setya Novanto harus disidang secara terbuka, karena tindakannya merupakan pelanggaran etik yang mengarah pada tindak pidana penipuan/pemerasan.

Menurut Hendardi sidang MKD yang terbuka juga akan menguak dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.

"Setya Novanto adalah aktor yang sudah terkuak dugaan keterlibatannya dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Atas dugaan itu, MKD harus memastikan kelembagaan DPR pulih integritasnya, setelah ketua lembaga tinggi terlibat tindakan yg merendahkan kelembagaan DPR," kata Hendardi.

Menurut Hendardi sebagai persekongkolan tingkat elit, tidak mungkin kasus ini melibatkan satu dua aktor. Termasuk Sudirman Said dan Luhut B. Panjaitan yang namanya dikaitkan dengan proses negosiasi ini juga harus dimintai keterangan, sehingga semuanya menjadi jelas. Rakyat tidak bisa tinggal diam menyaksikan dugaan persekongkolan elit ini.

Sidang MKD terbuka tambah Hendardi hanya menjadi salah satu cara menjawab kemarahan rakyat atas kasus ini.

Kisruh perpanjangan kontrak telah membuka tabir betapa tarikan kepentingan antar-elit dalam negeri sangat kuat untuk memperoleh keuntungan. Bukan untuk negeri tapi untuk kelompoknya.

(T.J004/A029)