Berlin (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier dalam sebuah wawancara mengaku sempat mengira ledakan pertama yang dia dengar seminggu lalu di Stadion Stade de France, Prancis, sebagai suara kembang api, namun segera dia sadar itu adalah serangan teror.

"Kami sungguh tak melihat asap apa pun, jadi awalnya saya mengira itu adalah kembang api dari penggemar yang tidak bertanggung jawab," kata Steinmeier yang berada di Stade de France pada 13 November 13 untuk menonton laga persahabatan Prancis melawan Jerman.

Dia duduk bersebelahan dengan Presiden Prancis Francois Hollande ketika suara dua ledakan mengguncang luar stadion, kata Steinmeier kepada Bild.

Menurut dia, Hollande terkejut, namun saat bersamaan sangat fokus dan tegar.

Pada saat bersamaan, para teroris lainnya menyerang gedung konser Bataclan, bar-bar dan restoran-restoran di Paris yang kemudian diketahui menewaskan 130 orang.

Ketika Hollande dan Steinmeier, masih berada di stadion, sadar bahwa tiga pembom bunuh diri telah meledakkan diri di luar stadion yang mereka hadiri, mereka mengira saat itu para penonton tak mengetahui ledakan dan andai pertandingan dihentikan.

Berita soal serangan teror itu kemudian mereka ikuti setiap detik, dan kedua pemimpin meninggalkan tempat duduknya segera setelah dibriefing singkat. Namun petugas keamanan meminta mereka kembali ke tempat duduk untuk "menghindarkan tanda-tanda gugup di dalam stadion".

"Ketika kami tahu serangan di Paris itu, tak ada yang tahu bagaimana ujung malam itu. Saya sangat khawatir," kata Steinmeier, membayangkan gelombang panik yang menyebar ke 80.000 penonton yang hadir di stadion itu.

Hollande kemudian dengan cepat meninggalkan stadion begitu krisis mulai terketahui publik, namun Steinmeier dan timnya diminta tetap di stadion agar penonton tidak khawatir, atau lebih buruk lagi, menjadi panik.

Setelah babak pertama, "kami kembali ke tempat duduk kami dan selama 45 menit kami bertingkah seolah kami menikmati pertandingan itu," kata Steinmeier seperti dikutip AFP.