Jakarta (ANTARA News) - Biaya pencitraan untuk Jero Wacik ketika ia menjabat menteri ESDM di Koran Indopos mencapai Rp1,3 miliar untuk tiga bulan, namun yang dibayarkan mencapai Rp2 miliar.

"Yang kami terima Rp2 miliar, kami sampaikan itu ke penyidik. Penyidik KPK minta berapa yang ter-cover berapa milimeter kolomnya. Kami hitung kembali dan nilainya total Rp1,3 sekian, dan sisanya kami kembalikan ke KPK, kami transfer," kata Pemimpin redaksi harian Indopos Muhammad Noer Sadono alias Don Kardono dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi(Tipikor) Jakarta, Senin.

Don menjadi saksi untuk Jero Wacik yang dalam dakwaan disebutkan menggunakan Rp2,5 miliar yang berasal dari Dana Operasional Menteri untuk melakukan pencitraan di koran Indopos pada Januari-Februari 2012.

Awalnya Don bahkan mengajukan angka Rp36 miliar sebagai proposal pencitraan Kementerian ESDM.

"Angka Rp3 miliar itu sebenarnya tidak sampai 10 persen dari yang saya tawarkan, yang saya tawarkan pertama sekitar Rp36 miliar untuk program, kami berbagi dengan tiga media yaitu satu media yang kami pimpin Indopos, satu Jawa Pos dan satu lagi Rakyat Merdeka," ungkap Don.

"Harga milimeter kolom kalau kami Rp45 ribu per milimeter kolom, tiap satu kolom per milimeter Rp45 ribu, dan koran kami ada 7 kolom, jadi ada sekitar 500 sekian milimeter," jelas Don.

Jasa yang diberikan disebut Don Kardono adalah "PR (Public Relations)-ing" untuk Kementerian ESDM dan Jero Wacik.

"Ini adalah PR-ing, PR-ing tarifnya tidak bisa dibuat standar iklan, kalau PR-in yang kami tawarkan sebelumnya nilai gelondongan yang kita namakan smart reporting. Satu minggu kami tawarkan 2-3 berita. Penempatan tidak selalu berada di tempat yang sama, bukan selalu di halaman 1, 2, atau 3 akan kita pilihkan tempat yang pas untuk hari itu. Gol kita adalah publik menjadi tenang, nyaman dan memahami dengan detail karena itu kami namakan sebagai smart reporting bukan advertising," ungkap Don.

Dalam dakwaan disebut kontrak Kerjasama Prigram PR Indopos-ESDM 2012-2013 yang ditandatangani oleh Don Karnono selaku Direktur/Pemred Indopos selaku pihak pertama dengan Ego Syahrial berbiaya Rp3 miliar untuk satu tahun kegiatan sebagai biaya konsultasi pengembangan isu, perencanaan berita, reportasi, editing sampai penayangan berita postif ESDM di tiga media Jawa Pos Group yakni Indopos, Rakyat Merdeka dan Jawa Pos

Pada 19 Januari 2012, Ego Syahrial membayar Rp250 juta kepada Don Kardono di ruang kerja Ego Syahrial. Pembayaran pada 20 Februari 2012 (Rp250 juta), kemudian pada 23 Februari 2012(Rp500 juta), beberapa hari setelahnya ada pembayaran Rp250 juta dan kemudian ada pembayaran Rp500 juta sehingga totalnya mencapai Rp2,5 miliar.

"Kami terima langsung karena sekali lagi kami anggap mereka adalah customer karena ini dana bukan dari dana negara, yang saya sebut non-budgeter maka mereka memilih ntuk membayar secara cash. Dari Ego Syahrial pernah terima dua kali Rp250 juta dan sisanya diberikan langsung dan tidak pakai kuitansi dan mereka juga tidak perlu pakai kuitansi dan langsung didistribusikan ke perusahaan, kemudian dipilah-pilah oleh bagian keuangan," jelas Don.

Indopos menurut Don sudah banyak menangani klien seperti Jero Wacik.

"Proyek ini sudah banyak terjadi, sudah lama kita kembangkan sejak gubernur yang lama Fauzi Bowo sudah berjalan. Tim sudah sangat paham bahkan tidak perlu saya sendiri yang jalankan," ungkap Don.

Namun 3 bulan setelah kontrak 19 Januari 2012 tersebut, Waryono memutus hubungan secara sepihak dan tidak bisa dihubungi.

"Karena kontraknya Rp3 miliar baru di Indopos saja, di Jawa Pos belum, kan persepsi kami 50 persen dimasukkan ke Indopos, sisanya dimasukkan ke Jawa Pos dan Rakyat Merdeka, tapi belum selesai sudah di-cut, jadi belum bikin planning berapa yang akan dimuat di dua media itu, kenapa dua media itu karena itu adalah grup kami," tambah Don.

Jero sendiri setuju dengan gagasan Don tersebut.

"Saya memang setuju dengan anda, PR (public relation)-ing, lebih tepat perkataan kita, yang bagus juga smart reporting kata-kata jurnalis yang bagus dibanding kata pencitraan. Pencitraan konotasinya negatif, saya mau gunakan PR-in, itu yang mau saya arahkan eselon 1 saya," kata Jero.

Atas tindakan tersebut, Jero didakwa berdasarkan pasal 12 huruf e atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.