Hong Kong (ANTARA News) - Gerakan pro-demokrasi Hongkong pada Senin mendapat angin segar dengan delapan kandidat yang terlibat dalam protes tahun lalu memenangi pemilihan umum tingkat distrik sementara beberapa veteran dari kedua kubu politik yang terbagi mengalami kekalahan.

Pemilihan orang-orang yang disebut Prajurit Payung --dinamai demikian setelah demonstrasi tahun 2014 ketika para aktivis menggunakan payung untuk melindungi diri dari semprotan gas air mata petugas-- mencerminkan dukungan untuk perubahan politik di kota yang berada di bawah pemerintahan Tiongkok itu.

"Para prajurit payung ini adalah kekuatan baru, sebuah tantangan bagi pemerintah dan otoritas pusat di Beijing " kata James Sung, analis politik di City University of Hong Kong, merujuk pada kandidat dari gerakan Payung.

Hasil pemungutan suara Minggu, dimana 900 kandidat bersaing memperebutkan 431 kursi dewan distrik, akan diumumkan pada Senin.

"Harapan terbesar saya saat ini adalah melayani masyarakat dengan baik," kata Wong Chi-ken (38), yang ambil bagian dalam protes dan dijuluki media lokal sebagai Prajurit Payung.

Keberhasilan para kandidat yang ambil bagian dalam protes membuat mereka berada dalam posisi yang sah untuk melakukan perubahan, kontras dengan yang mereka rasakan selama demonstrasi yang dianggap ilegal oleh pemerintah pusat di Beijing.

Kekuatan dewan distrik kecil, lebih banyak berperan sebagai penasihat untuk mendorong kebijakan-kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan masyarakat akar rumput, agar dipertimbangkan oleh pemerintah di kota yang dikendalikan oleh Tiongkok itu.

Namun hasil pemilihan umum ini bisa menjadi gambaran bagaimana hasil pemungutan suara untuk Dewan Legislatif kota yang punya kekuatan besar tahun depan.

"Hasilnya menunjukkan bahwa Prajurit-Prajurit Payung mencerminkan niat atau harapan kaum muda," kata komentator politik Johnny Lau seperti dilansir kantor berita Reuters.

Setidaknya 40 kandidat yang terlibat dalam demonstrasi pro-demokrasi, atau terinspirasi oleh mereka, mengikuti pemilihan dewan distrik menurut laporan media lokal.

Dua veteran demokrasi kehilangan kursi mereka.

Anggota legislatif dari Partai Demokrat Albert Ho, yang menghadapi persaingan ketat di kota Tuen Mun di bagian barat New Territories, kehilangan kursi. Demikian pula dengan Frederick Fung, kandidat pan-democratic yang bekerja di distrik kelas pekerja Sham Shui Po.

Di pihak yang proBeijing, Chung Shu-kun dari Aliansi Demokratis untuk Perbaikan Hong Kong, juga kehilangan kursi setelah 21 tahun menjabat.

Hasil pemilihan umum itu tidak akan berpengaruh signifikan pada perubahan kelompok pro-demokrasi dan pro-pemerintah.

Demonstrasi 79 hari tahun lalu, ketika para aktivis memenuhi jalan raya menuntut demokrasi penuh untuk bekas koloni Inggris itu, telah menjadi tantangan politik terbesar bagi para pemimpin Partai Komunis di Beijing.

Aksi protes itu gagal membujuk Tiongkok mengizinkan demokrasi penuh dalam pemilihan umum pemimpin kota tahun 2017. Beijing menyatakan para pemilih di kota itu harus memilih kandidat dalam daftar yang disetujui pemerintah jika mereka ingin memilih.

Hongkong kembali ke pangkuan Tiongkok pada 1997 di bawah formula "satu negara, dua sistem" yang memberi kota itu otonomi substansial dan kebebasan dengan hak pilih universal dijanjikan sebagai "tujuan utama".(Uu.G005)