Namlea, Pulau Buru (ANTARA News) - Sebanyak 600 personil gabungan dikerahkan untuk menjaga pos-pos pengamanan di sekitar kawasan pertambangan emas ilegal Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku.

"Seluruhnya 600 personil gabungan dikerahkan untuk menjaga pos-pos pengamanan untuk mendukung proses pengosongan areal tambang Gunung Botak dari para para penambang," kata Dandim 1506 Pulau Buru, Letkol Inf. Faisal Risal, di Namlea, Minggu.

TNI dan Polri mengerahkan masing-masing 250 personil, sedangkan Satuan polisi pamong praja (Satpol PP) sebanyak dan kelompok adat masing-masing 40 orang dan sisanya 20 orang merupakan anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Ratusan personil ini akan ditempatkan pada 10 pos pengamanan yang telah dibangun pada jalur masuk menuju kawasan pertambangan Gunung Botak.

Setiap pos dijaga masing-masing tiga personil TNI dan Polri serta Satpol PP dan LSM atau kelompok adat masing-masing dua orang.

Penjagaan bersama ini guna menciptakan keterbukaan, meningkatkan kerja sama dan saling percaya antaraparat.

"Penjagaan bersama ini untuk mencegah unsur saling curiga antaraparat terutama membeking para penambang untuk masuk dan beraitivitas di Gunung Botak," kata Dandim.

Dia menegaskan, jika dalam melaksanakan tugas kedapatan ada aparat yang terlibat melakukan kong-kalokong dengan penambang dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi, maka akan ditindak tegas.

Para personil tersebut akan bertugas melakukan pengamanan di kawasan pertambangan Gunung Botak selama enam bulan, di mana seluruh biaya operasionalnya ditangani pemerintah provinsi Maluku dan kabupaten Buru.

Dia membenarkan hingga Minggu (15/11) malam hampir seluruh penambang telah meninggalkan lokasi Gunung Botak.

"Hanya ada sebagian kecil penambang yang datang untuk mengambil barang-barangnya yang belum sempat dikeluarkan. Itu pun setelah berkoordinasi dengan aparat keamanan yang bertugas di lapangan," katanya.

Pemerintah Provinsi Maluku melalui koordinasi dengan TNI/Polri serta dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pemerintah Kabupaten Buru, mengambil langkah tegas mengosongkan areal tambang ilegal Gunung Botak dari ribuan penambang karena berdampak negatif, terutama masalah sosial di masyarakat.

Penutupan areal tambang yang beroperasi sejak tahun 2011 tersebut juga untuk menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pulau Buru untuk melakukan panen pada Mei 2015.

Sejak dibuka, sering terjadi kasus bentrokan antarpara penambang, maupun penambang dengan warga adat hingga menimbulkan korban jiwa, di samping disinyalir ribuan orang meninggal karena tertimbun tanah yang longsor.

Selain itu, aktivitas penambangan ilegal tersbeut juga telah berdampak menimbulkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida sebagai pengikat emas, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai kasus penyakit seperti yang terjadi di Teluk Buyat dan Minamata di Jepang.