Jakarta (ANTARA News) - Pengamat otomotif Suhari Sargo menyebutkan sedikitnya tiga syarat yang harus dipenuhi Esemka karya murid-murid SMK Surakarta, apabila serius ingin dikembangkan sebagai sebuah produksi otomotif berkelanjutan.




"Pertama ada tenaga ahli, kedua memiliki modal yang tidak sedikit dan ketiga waktu agar pengembangan konsisten dan berkelanjutan," papar Suhari di Jakarta, Jumat.




Menurut Suhari, setiap pengembangan mobil dan kendaraan pada umumnya, satu negara harus terlebih dahulu mempunyai tenaga ahli yang menguasai desain kendaraan.




"Kendaraan sendiri terdiri dari ribuan komponen, masing-masing ada bidangnya. Itu baru dari segi tenaga, artinya orang-orang yang sudah dididik dan terlatih untuk melakukan urusan tersebut," katanya.




Yang kedua, butuh modal yang tidak sedikit untuk serius mengembangkan mobil dalam negeri, karena untuk memproduksi komponen mobil perlu investasi khusus yang mahal.




Walaupun Suhari mengakui tidak semua komponen harus diproduksi sendiri oleh produsen mobil, tetapi bisa juga menggunakan item yang sudah ada di pasaran, misalnya untuk ban dan aki.




Suhari sendiri menilai, mobil-mobil Esemka yang sempat beredar dan digunakan Joko Widodo kala menjabat Walikota Surakarta masih berupa karya yang tujuannya lebih dititikberatkan agar murid-murid SMK memiliki pengalaman dan pengenalan cara merakit mobil yang seluruh komponennya didatangkan dari Tiongkok.




Namun berbeda dari Completely Build Unit (CBU) atau impor rakitan, Esemka mendapatkan sentuhan modifikasi dari murid-murid SMK di Surakarta, antara lain letak roda kemudi dipindah ke kanan serta logo diganti.




Oleh karena itu Suhari menilai masih perlu membangun kemampuan dan fasilitas untuk produksi mobil dalam negeri Indonesia, termasuk Esemka.




"Secara teknologi dan kemampuannya harus dibangun, termasuk modal di dalamnya, yang bukan sekadar jutaan dolar AS tetapi bisa mencapai miliaran dolar AS," ujarnya.




Suhari juga mengingatkan salah satu faktor penting lain yang harus diperhatikan dalam pengembangan mobil dalam negeri adalah waktu.




Ia memberi contoh kasus pabrikan asal India Tata Motors, yang kini produknya turut berkompetisi di pasar otomotif Indonesia, memiliki rekam jejak yang panjang dan tidak tiba-tiba sekokoh saat ini.




"Tata itu sudah sejak pasca Perang Dunia Kedua beli lisensi mobil-mobil merek Inggris, kemudian karena di sana masih pasar tertutup pemerintah mengizinkan bangun pabrik dan mobilnya digunakan pejabat. Itu berjalan selama belasan puluhan tahun sehingga Tata maju dan sekarang bisa buat mobil sendiri," pungkasnya.