Bogor, Jawa Barat (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan pendekatan diplomasi pertahanan perlu dikedepankan untuk menghadapi memanasnya situasi di Laut Tiongkok Selatan dengan salah satu implementasinya adalah patroli bersama di wilayah laut yang disengketakan banyak negara itu.

"Saya sampaikan bahwa penyelesaian Laut China Selatan harus dilakukan melalui langkah-langkah yang konkret dan konstruktif," kata Ryamizard di Kampus Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Kamis, dalam orasi ilmiah "Bela Negara".

Dia mengajak seluruh pihak yang bersengketa di sana --ASEAN dan Tiongkok-- untuk menghormati Pasal 8 Piagam PBB yang menyatakan setiap sengketa di kawasan diselesaikan oleh kawasan itu.

"Salah satu implementasi konsep tersebut adalah proposal pelaksanaan patroli perdamaian bersama di Laut China Selatan," kata Menhan.

Dia mengaku telah menyampaikan proposal ini bersamaan dengan Forum Shangrila Dialog di Singapura pada 30 April 2015.

"Sebelum mengajukan proposal tersebut, posisi Tiongkok yang relatif lebih keras telah menjadikan situasi keamanan dan tensi di Laut Tiongkok Selatan relatif memanas dan sangat sulit mempengaruhi Tiongkok," kata Ryamizard.

Namun, setelah mempelajari dan mempertimbangkan proposal ini, Tiongkok melunak.

"Hal ini tercermin dari Wakil Ketua Komisi Militer Tiongkok Fan Chang Long yang menyatakan keberadaan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan untuk membawa perdamaian sebagai pekarangan kita bersama sehingga perlu kita amankan secara bersama-sama," kata Ryamizard.

Dia menyatakan proposal patroli perdamaian itu juga ditanggapi positif oleh Singapura, Malaysia, Australia, Filipina, Kamboja, dan Jepang.

"Bahkan AS telah mengajak Jepang untuk melaksanakan patroli bersama di Laut Tiongkok Selatan, termasuk juga Menhan Australia dalam suatu kesempatan menawarkan kegiatan yang sama," kata Ryamizard.