Medan (ANTARA News) - Karena begitu banyak elit politik, penguasa, dan orang penting setempat yang sedang dan akan diproses hukum, pengamat menilai Provinsi Sumatera Utara jadi arena festival penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung dan KPK.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Sohibul Siregar, di Medan, Kamis, mengatakan, kesan itu dapat dilihat dari rangkaian peristiwa yang tejadi di Sumatera Utara.

Bermula dari penangkapan hakim PTUN Medan, lalu Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, kemudian pemeriksaan 103 anggota dan mantan anggota DPRD, pengeledahan, hingga penahanan unsur pimpinan dewan.

Ironisnya, seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi di Sumatera Utara tersebut justru menghadirkan preseden buruk di luar kesadaran banyak orang.

Hal itu disebabkan rangkaian peristiwa yang terjadi dianggap tiadak sebanding dengan nilai korupsi yang disangkakan, bahkan dijamin tidak lebih besar dibandingkan dengan daerah lain.

Kondisi yang lebih seru lagi, proses pemeriksaan dan penggeledahan tersebut sampai melibatkan dua institusi yang sangat berwibawa, yakni Kejaksaan Agung dan KPK.

"Saya melihat tidak ada upaya mencari jalan terbaik. Kelihatannya hanya ada keinginan bergegas dan berketus-ketus seperti langit mau runtuh saja," katanya.

Sohibul mengatakan, cara-cara yang ditempuh dua institusi hukum tersebut justru telah menimbulkan eskalasi sinisme terhadap negara dan segenap simbol-simbolnya.

Ia menilai, cara-cara yang ditempuh juga kelihatannya seolah-olah bermodalkan kekuasaan mutlak tanpa memperhitungkan penilaian masyarakat terhadap proses yang sebenarnya.

"Perhatikanlah percakapan mulai dari warung kopi hingga sosial media. Pandangan yang kurang pas sudah berseliweran seputar masalah ini karena festivalisasi itu," katanya.

Menurut dia, salah satu presden buruk yang muncul adalah ketakutan masyarakat terhadap dana bantuan sosial yang diduga diselewengkan Nugroho.

Karena itu, Kejaksaan Agung dan KPK wajib menjelaskan bahwa penyaluran dan penggunaan dana tersebut tidak ada salahnya bagi masyarakat.

Apalagi realisasi bansos sebagai program daerah memiliki landasan hukum dan tertuang dalam APBD yang disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif, bahkan disetujui pemerintah pusat sesuai mekanisme ditentukan UU.

Kemudian, unsur penegak hukum juga perlu menjelaskan kepada masyarakat mengenai proses pembuktian distribusi bansos dan kriteria penetapan pihak yang bersalah.

"Jangan sampai ada generalisasi, bahwa setiap yang dipanggil pasti masuk penjara," katanya.