Presiden tegaskan TPPI mampu tekan impor premium
11 November 2015 15:36 WIB
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri), Dirut Pertamina Dwi Soetjipto (kedua kanan), Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi (kedua kiri) dan Direktur Operasi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Muhammad Yamin Yosfiah (kanan) meninjau pengoperasian Kilang Minyak TPPI di Tuban, Jawa Timur, Rabu (11/10). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) yang dibangun pada 1995 mampu menjadi instrumen untuk menekan jumlah impor premium hingga 36 persen.
Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo berkunjung ke TPPI di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Rabu, untuk memastikan bahwa TPPI telah beroperasi dengan baik, demikian rilis yang disampaikan Tim Komunikasi Presiden.
Presiden mengakui TPPI beberapa kali mengalami masalah sehingga tidak dapat beroperasi secara baik untuk menopang kebutuhan energi dalam negeri.
Presiden Jokowi yang meninjau kawasan TPPI mengatakan pada 2006 TPPI memulai operasi dengan bahan baku kondensat yang berasal dari Pertamina.
"Kemudian ada masalah lagi karena tidak bisa membayar sehingga menjadi masalah hukum yang sudah berlangsung empat tahun dan berhenti beroperasi," ucap Presiden.
Saat mengetahui TPPI didera masalah hukum, Presiden menyampaikan saat itu, agar masalah hukum diselesaikan di wilayah hukum. "Di wilayah ekonomi dan bisnis harus jalan. Target kemarin, Oktober harus dimulai," ujar Presiden.
Untuk itulah, pada Rabu 11 November 2015, ia kembali meninjau TPPI tersebut.
"Saya cek di sini, meski baru 70 persen tapi sudah dimulai. Dan Insya Allah pada akhir tahun mencapai 100 persen," ucap Presiden.
Dengan beroperasinya TPPI, lanjut Presiden, impor untuk premium dapat berkurang hingga 19 persen.
Tapi, jika proses di TPPI Tuban digabungkan dengan proses RFCC Cilacap akan menurunkan impor premium hingga 29 persen.
Bahkan pada Desember 2015 penghematan impor akan mencapai 36 persen.
"Dan solarnya mencapai sekarang 40 persen, nantinya tidak akan ada impor pada akhir tahun," tutur Presiden.
Proses-proses produksi premium, solar LPG dan HOMC 92 (dikenal sebagai Pertamax 92) yang akan dikerjakan di komplek TPPI Tuban ini dan ke arah depannya komplek ini akan menjadi Komplek Industri Petrokimia di Indonesia.
"Sebuah keputusan politik yang tadi diputuskan di dalam rapat dan kita harapkan nantinya, turunan-turunan dari proses produksi di sini semuanya akan dihasilkan di komplek industri petrokimia itu," ujar Presiden.
Bahan-bahan turunan itu adalah seperti petrochemical, seperti paraxylene, Orthoxylene, Benzene, dan Toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. "Ini adalah masa depan industri dasar petrokimia di Indonesia, jangan berhenti," tukas Presiden.
Hemat Devisa
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan bahwa pengoperasian kilang TPPI akan menghemat devisa sebesar 2,2 miliar dolar AS setahun dari pengurangan impor BBM dan LPG.
Dwi mengatakan TPPI dapat menghasilkan sekitar 61.000 barel per hari Premium, 10.000 barel per hari HOMC, dan 11.500 barel per hari solar. Adapun, kata Dwi, TPPI juga memproduksi LPG hingga 480 metrik ton per hari.
Manfaat pengoperasian TPPI ini, menurut Dwi, tentu saja tidak sebatas penghematan devisa, akan tetapi banyak aspek, mulai dari sentimen positif terhadap investasi, ketenagakerjaan, dan efek berganda lainnya.
TPPI dapat mengolah sekitar 100 ribu barel per hari kondensat dan atau naphta. Dari pengolahan bahan baku dengan mogas mode akan diperoleh beberapa produk minyak, seperti LPG, Solar, Fuel Oil, Premium, dan HOMC.
Apabila dioperasikan dengan aromatic mode, TPPI dapat memproduksi petrochemical, seperti paraxylene, Orthoxylene, Benzene, dan Toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional.
"Yang tidak kalah penting, sekitar 700 orang dapat kembali bekerja mengimplementasikan keahliannya di TPPI, dan sekitar 2.000 lapangan kerja di sekitar TPPI kembali terbuka sebagai efek berantai dari pengoperasian TPPI."
Turut serta mendampingi Presiden, Menteri BUMN Rini Sumarno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Gubernur Jawa Timur Sukarwo.
Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo berkunjung ke TPPI di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Rabu, untuk memastikan bahwa TPPI telah beroperasi dengan baik, demikian rilis yang disampaikan Tim Komunikasi Presiden.
Presiden mengakui TPPI beberapa kali mengalami masalah sehingga tidak dapat beroperasi secara baik untuk menopang kebutuhan energi dalam negeri.
Presiden Jokowi yang meninjau kawasan TPPI mengatakan pada 2006 TPPI memulai operasi dengan bahan baku kondensat yang berasal dari Pertamina.
"Kemudian ada masalah lagi karena tidak bisa membayar sehingga menjadi masalah hukum yang sudah berlangsung empat tahun dan berhenti beroperasi," ucap Presiden.
Saat mengetahui TPPI didera masalah hukum, Presiden menyampaikan saat itu, agar masalah hukum diselesaikan di wilayah hukum. "Di wilayah ekonomi dan bisnis harus jalan. Target kemarin, Oktober harus dimulai," ujar Presiden.
Untuk itulah, pada Rabu 11 November 2015, ia kembali meninjau TPPI tersebut.
"Saya cek di sini, meski baru 70 persen tapi sudah dimulai. Dan Insya Allah pada akhir tahun mencapai 100 persen," ucap Presiden.
Dengan beroperasinya TPPI, lanjut Presiden, impor untuk premium dapat berkurang hingga 19 persen.
Tapi, jika proses di TPPI Tuban digabungkan dengan proses RFCC Cilacap akan menurunkan impor premium hingga 29 persen.
Bahkan pada Desember 2015 penghematan impor akan mencapai 36 persen.
"Dan solarnya mencapai sekarang 40 persen, nantinya tidak akan ada impor pada akhir tahun," tutur Presiden.
Proses-proses produksi premium, solar LPG dan HOMC 92 (dikenal sebagai Pertamax 92) yang akan dikerjakan di komplek TPPI Tuban ini dan ke arah depannya komplek ini akan menjadi Komplek Industri Petrokimia di Indonesia.
"Sebuah keputusan politik yang tadi diputuskan di dalam rapat dan kita harapkan nantinya, turunan-turunan dari proses produksi di sini semuanya akan dihasilkan di komplek industri petrokimia itu," ujar Presiden.
Bahan-bahan turunan itu adalah seperti petrochemical, seperti paraxylene, Orthoxylene, Benzene, dan Toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. "Ini adalah masa depan industri dasar petrokimia di Indonesia, jangan berhenti," tukas Presiden.
Hemat Devisa
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan bahwa pengoperasian kilang TPPI akan menghemat devisa sebesar 2,2 miliar dolar AS setahun dari pengurangan impor BBM dan LPG.
Dwi mengatakan TPPI dapat menghasilkan sekitar 61.000 barel per hari Premium, 10.000 barel per hari HOMC, dan 11.500 barel per hari solar. Adapun, kata Dwi, TPPI juga memproduksi LPG hingga 480 metrik ton per hari.
Manfaat pengoperasian TPPI ini, menurut Dwi, tentu saja tidak sebatas penghematan devisa, akan tetapi banyak aspek, mulai dari sentimen positif terhadap investasi, ketenagakerjaan, dan efek berganda lainnya.
TPPI dapat mengolah sekitar 100 ribu barel per hari kondensat dan atau naphta. Dari pengolahan bahan baku dengan mogas mode akan diperoleh beberapa produk minyak, seperti LPG, Solar, Fuel Oil, Premium, dan HOMC.
Apabila dioperasikan dengan aromatic mode, TPPI dapat memproduksi petrochemical, seperti paraxylene, Orthoxylene, Benzene, dan Toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional.
"Yang tidak kalah penting, sekitar 700 orang dapat kembali bekerja mengimplementasikan keahliannya di TPPI, dan sekitar 2.000 lapangan kerja di sekitar TPPI kembali terbuka sebagai efek berantai dari pengoperasian TPPI."
Turut serta mendampingi Presiden, Menteri BUMN Rini Sumarno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Gubernur Jawa Timur Sukarwo.
Pewarta: Hanni Sofia Soepardi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: