Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menilai pemerintah tidak perlu memiliki jasa juru lobi yang anggarannya dimasukkan dalam APBN jika telah memiliki "special envoy".
"Tidak perlu (pembiayaan jasa juru lobi masuk ke dalam APBN) jika pemerintah memiliki special envoy," katanya di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki "special envoy" untuk Timur Tengah yaitu Alwi Shihab.
Menurut dia, seharusnya pemerintah harus menyiapkan tokoh-tokoh nasional menjadi "special envoy" untuk menjalin dan menjaga hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain.
"Menyiapkan tokoh-tokoh untuk menjadi special envoy untuk beberapa negara yang strategis hubungan bilateralnya dengan Indonesia," ujarnya.
Politikus PKS itu menilai dalam konteks hubungan bilateral, pemerintah Indonesia memang perlu tokoh-tokoh tertentu sebagau "special envoy" untuk negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Turki, Rusia, dan lain-lain.
Menurut dia, "special envoy" itu adalah WNI yang dikenal dan diterima luas di negara-negara tersebut serta punya jaringan luas kepada pihak-pihak pengambil keputusan.
"Sebagai special envoy, mereka harus dibiayai APBN dan jika pemerintah punya tokoh-tokoh seperti itu maka pemerintah Indonesia tidak perlu lagi gunakan jasa lembaga lobi," katanya.
Sebelumnya, Menkopolhukan Luhut Binsar Panjaitan membuka opsi untuk memasukkan pembiayaan pengunaan jasa pelobi (lobbyist) untuk masuk ke dalam APBN berikutnya.
Hal itu umenyusul adanya tudingan bahwa Pemerintah Indonesia menggunakan jasa para pelobi dengan biaya 80.000 dolar AS untuk bisa mendapat akses ke Gedung Putih, para pejabat Washington dan bertemu Presiden Barack Obama.
Luhut mengatakan, negara-negara seperti Singapura, China, dan Filipina, memiliki pelobi resmi dari pihak pemerintah masing-masing di Amerika Serikat.
(I028/T007)
Mahfudz: pemerintah tidak perlu miliki juru lobi
10 November 2015 23:49 WIB
Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq (ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: