Keterangan saksi sudutkan Margrit pembunuh Engeline
10 November 2015 14:06 WIB
Dokumentasi tersangka kasus pembunuhan Engeline, Margriet Megawe (tengah), diperiksa petugas kejaksaan saat pelimpahan kasusnya dari Polda Bali ke Kejaksaan Negeri Denpasar, Senin (7/9). Ibu angkat dari anak 8 tahun itu bersama pembantunya, Agus beserta barang bukti dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Denpasar untuk segera diajukan ke persidangan pengadilan. (ANTARA FOTO/Panji Anggoro)
Denpasar (ANTARA News) - Keterangan saksi dari orang tua kandung korban Engeline, Achmad Rosidiq dan Hamidah, menyudutkan terdakwa Margrit Megawe untuk kasus pembunuhan bocah cantik Engeline (8), di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Selasa.
"Setelah Engeline dilahirkan di klinik di daerah Canggu, Badung, Bali, pada 19 mei 2007 dan diangkat oleh Margrit, saya tidak pernah diizinkan bertemu dengan anak kandungnya," ujar Achmad Rosidiq, ayah kandung korban, di Denpasar.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga, saksi mengakui korban anak kedua dari tiga bersaudara tidak mengetahui kondisi anaknya selama delapan tahun. (Baca: Orang tua kandung Engeline curigai Margriet)
Pihaknya juga mengakui tidak mengetahui agama Engeline dan apakah anaknya itu memiliki akta kelahiran setelah dilakukan pengangkatan itu.
"Memang tidak pernah ada larangan dari terdakwa untuk bertemu dengan korban, namun saya tidak diizinkan memperkenalkan diri sebagai orang tua kandung untuk sering menjenguk anaknya," katanya.
Ia mengatakan, tidak mengetahui siapa yang berhak memfasilitasi dirinya dengan terdakwa untuk upaya pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Denpasar dalam hak asuh anak dan pembuatan akta kelahiran anak.
Pihaknya mengakui, saat melahirkan Engeline hanya diberi uang oleh terdakwa untuk biaya persalinan sebesar Rp800 ribu, dan terakhir kali diberi uang Rp1 juta untuk perawatan kesembuhan istrinya Hamidah.
Terkait isi surat hak asuh anak yang dibuat notaris Aneke Wibowo, di Jalan Teuku Umar Denpasar, saksi hanya mendengar dari pihak notaris bahwa Engeline berhak mendapat hak waris dari orang tua angkatnya itu, dan diizinkan bertemu orang tua kandungnya setelah berusia 18 tahun.
Kemudian Hamidah, ibu kandung korban menambahkan, pada 24 Mei 2007 diajak suaminya Ahmad Rosidiq untuk ke notaris untuk bertemu terdakwa Margrit Megawe untuk hak asuh anak.
"Namun setelah saya menyerahkan Engeline kepada terdakwa, saya tidak pernah bertemu dengan anak kandungnya dan sempat berbicara dengan terdakwa agar menjaga baik-baik anaknya," ujarnya.
Hamidah mengetahui anaknya hilang saat tim buser Polresta Denpasar mencari dirinya di tempat kos, pada 16 Mei 2015. Kemudian, pihaknya mengetahui korban meninggal dari informasi polisi dan dari media massa.
"Saat itu saya langsung datang ke kamar jenazah RSUP Sanglah, dan melihat anak saya sudah dalam kondisi tidak bernyawa," katanya.
Dalam persidangan, pihaknya mencurigai terduga pembunuhan Engeline tersebut dilakukan terdakwa Margrit Megawe.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Margrit pada 15 Mei 2015 melakukan pemukulan terhadap korban hingga kedua telinga dan hidung mengeluarkan darah.
Kemudian, pada 16 Mei 2015 Pukul 12.30 Wita, terdakwa memukul korban dengan tangan kosong dengan tangan dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Engeline menangis.
Terkdakwa Margriet memanggil saksi Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat terdakwa Margriet sedang memegang rambut korban.
Selanjutnya membanting kepala korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai setelah itu korban terkulai lemas.
Terdakwa kemudian mengancam Agustay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Engeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginnanya.
Kemudian, Agustay diminta Margrit untuk mengambil sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Engeline. Kemudian, Agustay disuruh mengambil boneka Berbie milik Engeline dan meletakan ke dada korban.
Terdakwa Mergriet menyuruh Agustay membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Engeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agustay menolak dan berlari ke kamarnya.
Agustay kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban.
Selanjutnya, terdakwa menyuruh membakar rokok dan menyulutnya ke tubuh korban. Agustay tidak mau dan membuang rokok tersebut.
"Setelah Engeline dilahirkan di klinik di daerah Canggu, Badung, Bali, pada 19 mei 2007 dan diangkat oleh Margrit, saya tidak pernah diizinkan bertemu dengan anak kandungnya," ujar Achmad Rosidiq, ayah kandung korban, di Denpasar.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga, saksi mengakui korban anak kedua dari tiga bersaudara tidak mengetahui kondisi anaknya selama delapan tahun. (Baca: Orang tua kandung Engeline curigai Margriet)
Pihaknya juga mengakui tidak mengetahui agama Engeline dan apakah anaknya itu memiliki akta kelahiran setelah dilakukan pengangkatan itu.
"Memang tidak pernah ada larangan dari terdakwa untuk bertemu dengan korban, namun saya tidak diizinkan memperkenalkan diri sebagai orang tua kandung untuk sering menjenguk anaknya," katanya.
Ia mengatakan, tidak mengetahui siapa yang berhak memfasilitasi dirinya dengan terdakwa untuk upaya pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Denpasar dalam hak asuh anak dan pembuatan akta kelahiran anak.
Pihaknya mengakui, saat melahirkan Engeline hanya diberi uang oleh terdakwa untuk biaya persalinan sebesar Rp800 ribu, dan terakhir kali diberi uang Rp1 juta untuk perawatan kesembuhan istrinya Hamidah.
Terkait isi surat hak asuh anak yang dibuat notaris Aneke Wibowo, di Jalan Teuku Umar Denpasar, saksi hanya mendengar dari pihak notaris bahwa Engeline berhak mendapat hak waris dari orang tua angkatnya itu, dan diizinkan bertemu orang tua kandungnya setelah berusia 18 tahun.
Kemudian Hamidah, ibu kandung korban menambahkan, pada 24 Mei 2007 diajak suaminya Ahmad Rosidiq untuk ke notaris untuk bertemu terdakwa Margrit Megawe untuk hak asuh anak.
"Namun setelah saya menyerahkan Engeline kepada terdakwa, saya tidak pernah bertemu dengan anak kandungnya dan sempat berbicara dengan terdakwa agar menjaga baik-baik anaknya," ujarnya.
Hamidah mengetahui anaknya hilang saat tim buser Polresta Denpasar mencari dirinya di tempat kos, pada 16 Mei 2015. Kemudian, pihaknya mengetahui korban meninggal dari informasi polisi dan dari media massa.
"Saat itu saya langsung datang ke kamar jenazah RSUP Sanglah, dan melihat anak saya sudah dalam kondisi tidak bernyawa," katanya.
Dalam persidangan, pihaknya mencurigai terduga pembunuhan Engeline tersebut dilakukan terdakwa Margrit Megawe.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Margrit pada 15 Mei 2015 melakukan pemukulan terhadap korban hingga kedua telinga dan hidung mengeluarkan darah.
Kemudian, pada 16 Mei 2015 Pukul 12.30 Wita, terdakwa memukul korban dengan tangan kosong dengan tangan dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Engeline menangis.
Terkdakwa Margriet memanggil saksi Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat terdakwa Margriet sedang memegang rambut korban.
Selanjutnya membanting kepala korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai setelah itu korban terkulai lemas.
Terdakwa kemudian mengancam Agustay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Engeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginnanya.
Kemudian, Agustay diminta Margrit untuk mengambil sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Engeline. Kemudian, Agustay disuruh mengambil boneka Berbie milik Engeline dan meletakan ke dada korban.
Terdakwa Mergriet menyuruh Agustay membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Engeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agustay menolak dan berlari ke kamarnya.
Agustay kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban.
Selanjutnya, terdakwa menyuruh membakar rokok dan menyulutnya ke tubuh korban. Agustay tidak mau dan membuang rokok tersebut.
Pewarta: I Made Surya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: