Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan pihak-pihak yang dapat menjadi pemohon dalam menggugat hasil pemilu kepala daerah secara serentak dengan kandidat tunggal.

"Kami sudah menentukan pemohon yang dapat menggugat hasil pilkada calon tunggal, ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2015 yang baru dikeluarkan," ujar Ketua MK Arief Hidayat di Gedung MK di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan yang boleh mengajukan permohonan dalam sengketa tersebut adalah kandidat tunggal, yang tidak setuju atas keputusan rakyat berdasarkan pelaksanaan mekanisme referendum.

Mekanisme referendum merupakan suatu sistem pemberian suara oleh rakyat di suatu wilayah, untuk menyatakan "setuju" atau "tidak setuju" terhadap pasangan satu-satunya yang akan memimpin daerah tersebut.

Keputusan bagi kandidat tunggal itu dilakukan melalui pengisian surat suara yang diisi oleh rakyat, sebagaimana telah diatur pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.

Dalam mekanisme tersebut, apabila pilihan "setuju" memperoleh suara terbanyak, maka pasangan calon ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Namun, jika "tidak setuju" memperoleh suara terbanyak, maka pemilihan ditunda sampai pilkada berikutnya.

"Setelah mekanisme itu dijalankan dan misalnya kandidat tunggal tidak setuju dengan keputusan akhir dari proses pilkada tersebut, maka mereka dapat menjadi pemohon pengajuan gugatan sengketa pilkada kepada MK," ujarnya.

Selain kandidat tunggal itu, katanya, pemantau pemilu juga diizinkan menggugat keputusan pilkada serentak tersebut.

"Kalau ada hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan kemenangan pasangan tunggal ini, misalnya dari sisi peraturan perundangan yang menjadikan keputusan itu dianggap ada masalah, maka pemantau pemilu dapat mengajukan gugatan kepada MK," kata Arief.

(A073/M029)