Reduksi, kunci atasi masalah sampah Jakarta
5 November 2015 18:32 WIB
Permasalahan Perjanjian Kerjasama TPST Aktivitas pembuangan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (26/10). DPRD Kota Bekasi berencana memanggil Gubernur DKI Jakarta terkait klarifikasi adanya pelanggaran Perjanjian Kerjasama Nomor 4/2009 tentang pemanfaatan lahan TPST Bantar Gebang, di antaranya persoalan standarisasi kendaraan dan jam operasional serta kewajiban Pemprov DKI tentang pembayaran tipping fee. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disarankan berani mencanangkan target reduksi volume produksi sampah, yang dinilai ahli planologi Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menjadi kunci sekaligus langkah pertama untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta.
"Intinya ada empat persoalan mendasar soal sampah ini, pertama reduksi volume sampah, kedua rute pembuangan sampah, ketiga jadwal pembuangan sampah dan keempat lahan pembuangan sampah," kata Joga, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
"Tetapi harus dipahami bahwa poin kedua sampai keempat tidak akan bisa teratasi kalau poin ataupun langkah pertama tidak bisa dipenuhi. Kalau volume produksi sampah tak berkurang, jangan mimpi bisa menyelesaikan masalah rute, jadwal angkut maupun lahan," ujarnya menambahkan.
Nirwono menyebutkan saat ini produksi sampah Jakarta berada di kisaran 6.700 ton per hari dengan komposisi 60 persen sampah rumah tangga, 20 persen sampah perkantoran, 10 persen sampah industri dan 10 persen sisanya sampah fasilitas publik.
Apabila dicanangkan target pengurangan volume dengan fokus sampah rumah tangga saja misalnya, lanjut Nirwono, sembari menyebutkan bahwa sebagian besar sampah rumah tangga merupakan sampah organik yang memungkinkan dikelola hingga taraf zero waste, maka sudah 60 persen dari total sampah Jakarta bisa berkurang.
Sementara untuk sampah perkantoran atau industri, dia menyarankan Pemprov DKI maupun Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama, berani mengeluarkan regulasi agar tiap-tiap perkantoran atau industri wajib mengelola sampah hingga mencapai tingkat zero waste tentunya disertai sanksi bagi yang tidak mematuhi.
"Yang kedua, soal rute pembuangan sampah, kalau jumlah sampah sudah berkurang maka rute pembuangannya tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh misalnya mengharuskan tiap-tiap wilayah administrasi tingkat RT, RW, kelurahan atau kecamatan untuk menyelesaikan sampah di wilayahnya masing-masing hingga tingkat zero waste," ujarnya, sembari menyebutkan pemprov bisa menyiapkan apresiasi bagi yang berhasil misalnya berupa promosi jabatan.
Kemudian untuk persoalan ketiga, jadwal pengangkutan sampah, apabila pengelolaannya selesai di tingkat administrasi mikro maka tidak dibutuhkan truk pengangkut sampah kapasitas besar yang berarti juga menekan biaya pengangkutan sekaligus pemeliharaan truk-truk tersebut.
Saat ini, menurut Nirwono terdapat 840 unit truk pengangkut sampah di Jakarta, namun hanya 140 unit saja di antaranya yang layak jalan sementara 700 unit lainnya tidak.
"Itu salah satu yang menyebabkan banyak sampah tercecer dan tumpah di rute pengangkutan," ujarnya.
Sedangkan untuk lahan pembuangan, dengan pengelolaan di tingkat mikro dan menengah, maka luasan yang dibutuhkan tidak besar di masing-masing wilayah berkisar 1.000-5.000 meter persegi tergantung kepadatan penduduk setempat.
"Pada intinya, pola pikir pengelolaan sampah dengan konsep kumpul-angkut-buang sudah harus ditinggalkan," pungkasnya.
"Intinya ada empat persoalan mendasar soal sampah ini, pertama reduksi volume sampah, kedua rute pembuangan sampah, ketiga jadwal pembuangan sampah dan keempat lahan pembuangan sampah," kata Joga, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
"Tetapi harus dipahami bahwa poin kedua sampai keempat tidak akan bisa teratasi kalau poin ataupun langkah pertama tidak bisa dipenuhi. Kalau volume produksi sampah tak berkurang, jangan mimpi bisa menyelesaikan masalah rute, jadwal angkut maupun lahan," ujarnya menambahkan.
Nirwono menyebutkan saat ini produksi sampah Jakarta berada di kisaran 6.700 ton per hari dengan komposisi 60 persen sampah rumah tangga, 20 persen sampah perkantoran, 10 persen sampah industri dan 10 persen sisanya sampah fasilitas publik.
Apabila dicanangkan target pengurangan volume dengan fokus sampah rumah tangga saja misalnya, lanjut Nirwono, sembari menyebutkan bahwa sebagian besar sampah rumah tangga merupakan sampah organik yang memungkinkan dikelola hingga taraf zero waste, maka sudah 60 persen dari total sampah Jakarta bisa berkurang.
Sementara untuk sampah perkantoran atau industri, dia menyarankan Pemprov DKI maupun Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama, berani mengeluarkan regulasi agar tiap-tiap perkantoran atau industri wajib mengelola sampah hingga mencapai tingkat zero waste tentunya disertai sanksi bagi yang tidak mematuhi.
"Yang kedua, soal rute pembuangan sampah, kalau jumlah sampah sudah berkurang maka rute pembuangannya tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh misalnya mengharuskan tiap-tiap wilayah administrasi tingkat RT, RW, kelurahan atau kecamatan untuk menyelesaikan sampah di wilayahnya masing-masing hingga tingkat zero waste," ujarnya, sembari menyebutkan pemprov bisa menyiapkan apresiasi bagi yang berhasil misalnya berupa promosi jabatan.
Kemudian untuk persoalan ketiga, jadwal pengangkutan sampah, apabila pengelolaannya selesai di tingkat administrasi mikro maka tidak dibutuhkan truk pengangkut sampah kapasitas besar yang berarti juga menekan biaya pengangkutan sekaligus pemeliharaan truk-truk tersebut.
Saat ini, menurut Nirwono terdapat 840 unit truk pengangkut sampah di Jakarta, namun hanya 140 unit saja di antaranya yang layak jalan sementara 700 unit lainnya tidak.
"Itu salah satu yang menyebabkan banyak sampah tercecer dan tumpah di rute pengangkutan," ujarnya.
Sedangkan untuk lahan pembuangan, dengan pengelolaan di tingkat mikro dan menengah, maka luasan yang dibutuhkan tidak besar di masing-masing wilayah berkisar 1.000-5.000 meter persegi tergantung kepadatan penduduk setempat.
"Pada intinya, pola pikir pengelolaan sampah dengan konsep kumpul-angkut-buang sudah harus ditinggalkan," pungkasnya.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: