Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan menerima permohonan perlindungan 14 orang saksi korban kasus tindak pidana perbudakan di Benjina Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

"Dari 14 orang saksi korban itu, sebanyak 13 orang merupakan rekomendasi aparat penegak hukum, dan satu lagi merupakan temuan LPSK pada saat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Myanmar di Myanmar awal September lalu," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Edwin mengungkapkan, rekomendasi saksi dan korban yang diajukan aparat penegak hukum yang menangani kasus Benjina sebenarnya berjumlah 22 orang.

Namun, lanjutnya, dari 22 orang itu, hanya 13 orang yang bisa diproses, antara lain karena saksi dan korban lainnya terpaksa belum bisa diproses karena mereka sulit ditemui. "Masih ada dua permohonan yang ditunda keputusannya," ujarnya.

Menurut dia, penundaan terhadap dua permohonan dikarenakan sampai saat kini keberadaan kedua saksi korban itu masih dicari.

Untuk menghadirkan para saksi korban yang berkewarganegaraan Myanmar, LPSK berkoordinasi dengan Pemerintah Myanmar.

"Kepada 14 saksi korban yang sudah dikabulkan permohonannya, LPSK akan memberikan layanan pemenuhan hak prosedural dan bantuan fasilitasi restitusi," kata Wakil Ketua LPSK.

Selain itu, kata Edwin, LPSK juga membantu menyiapkan penerjemah bagi para saksi dan korban agar mereka bisa leluasa memberikan kesaksiannya pada sidang yang rencananya digelar pada pertengahan Desember 2015 mendatang.

Sedangkan sidang kasus tindak pidana perbudakan tersebut bakal dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tual.

"LPSK akan menjemput para saksi korban itu dan melindungi mereka selama berada di Indonesia," jelas Edwin.

Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia telah bekerja sama dengan pemerintah Myanmar guna menuntaskan kasus perdagangan manusia yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources di Benjina, Maluku.

Edwin memaparkan, pihaknya pada 4 September 2015 telah berada di Myanmar untuk bertemu dengan saksi korban kasus Benjina.

Menurut Edwin, pihaknya menyampaikan perkembangan penanganan kasus Benjina, menginformasikan rencana jadwal persidangan di Indonesia dan rencana perlindungan bagi saksi korban dari Myanmar selama di Indonesia, sambil mengharapkan dukungan dari Pemerintah Myanmar. "Pada prinsipnya, pihak Myanmar setuju saksi korban dari Myanmar dapat bersaksi di pengadilan di Indonesia," katanya.

Sebagaimana diberitakan, sebanyak 369 ABK PT Pusaka Benjina Resources asal Myanmar, Kamboja dan Laos meminta pemerintah Indonesia memulangkan mereka ke negara asal karena tidak tahan dengan tindakan perusahaan, yang dianggap memperlakukan mereka seperti budak.

Satuan Tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan membantu evakuasi mereka setelah melakukan penyelidikan langsung di Dobo, Ibu Kota Kepulauan Aru, dan Pulau Benjina yang menjadi markas PT Pusaka Benjina Resources.

Penyelidikan itu dilakukan menyusul pemberitaan media Amerika Serikat, Associated Press, yang menurunkan laporan bertajuk Was Your Seafood Caught By Slaves? berupa rekaman video yang memperlihatkan adanya penjara-penjara dan kuburan yang diduga kuat berisi jenazah para ABK asing di Benjina.