Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan, dari segi materiil, kasus Pelindo II tidak layak untuk dijadikan target penggunaan hak angket Pansus karena dinilai berlebihan jika hanya ingin mengusut penyimpangan di PT Pelindo II yang jumlahnya tidak seberapa.

"Ini sangat berbahaya. DPR bisa dituduh menyalahgunakan hak angket, menyalahgunakan kekuasaannya secara berlebihan," kata Benny, di Jakarta, Selasa.

Ia mengira, awalnya pembentukan pansus ditujukan untuk suatu penyimpangan atau masalah yang besar. Namun setelah mencermati kinerja pansus selama beberapa minggu ini, masalah yang diselidiki hanya hal-hal kecil yang harusnya bisa ditangani oleh aparat penegak hukum.

Benny pun mencontohkan dugaan korupsi pengadaan mobile crane dengan dugaan nilai kerugian negara yang hanya sebesar Rp45,6 miliar. Selain itu, ada pula dugaan penyimpangan perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan PT Jakarta Internasional Container Terminal kepada perusahaan asal Hongkong, Hutchinson Port Holding yang menurutnya tidak seberapa.

Ia pun membandingkan dengan wacana pembentukan pansus terkait kebakaran hutan dan lahan. Menurut dia, pansus ini diperlukan karena kebakaran hutan sudah terjadi setiap tahunnya di Indonesia, dan merugikan puluhan juta warga yang terdampak asap.

"DPR bukan lembaga bebas, tidak bisa suka-sukanya. Pansus angket Pelindo II ini bisa dituntut ke pengadilan karena menyalahgunakan wewenang," tuturnya.

Kini karena pansus sudah terlanjur terbentuk, lanjut Benny, maka semua pihak harus mengawasi kinerjanya. Jika tidak diawasi dengan baik, dirinya khawatir pansus ini hanya akan dijadikan alat oleh segelintir politisi di DPR untuk menjatuhkan sejumlah pejabat di pemerintahan.

"DPR harusnya jangan terlalu royal menggunakan hak angket. Jangan terlalu diobral," ucapnya.