Pertemuan Wina tak capai kesepakatan soal nasib Presiden Suriah
31 Oktober 2015 13:47 WIB
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry, Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif, dan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier (kiri-kanan) berfoto bersama sebelum mengikuti pertemuan di Wina, Austria, Senin (24/11). (REUTERS/Leonhard Foeger)
Wina (ANTARA News) - Pembicaraan di Wina, Austria, tidak menghasilkan kesepakatan mengenai masa depan Presiden Suriah Bashar al-Assad meski para pihak sudah punya landasan yang sama terkait solusi untuk negara itu.
Para pemain kunci ambil bagian dalam pembicaraan multilateral di Wina, Jumat (30/10), mendorong kemajuan proses diplomatik untuk mencari solusi guna mengakhiri krisis yang sedang berlangsung di Suriah.
Kendati demikian Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan bahwa masih ada perbedaan mengenai masa depan al-Assad, meski beberapa kemajuan dicapai dalam pembicaraan itu.
Kerry mengatakan nasib al-Assad masih menjadi poin utama perdebatan di antara negara-negara yang berpartisipasi dalam pembicaraan Wina, tapi menegaskan bahwa posisi Amerika Serikat tidak berubah.
Beberapa pemangku kepentingan, khususnya dari Amerika Serikat dan negara Teluk tertentu, percaya bahwa sebagai bagian dari solusi untuk Suriah, al-Assad harus meninggalkan kantor kepresidenannya.
Merespons isu itu, Rusia mengatakan rakyat Suriah harus memutuskan masa depan mereka sendiri dan bahwa Rusia ingin mengakhiri krisis di Suriah, mengatakan Rusia akan terus memerangi teroris di negara itu.
Kendati demikian, selain negara-negara utama dunia dan kawasan, tidak ada delegasi dari Suriah yang menghadiri pertemuan itu.
Para diplomat tinggi menjelaskan bahwa ketika para pihak menemukan cukup landasan yang sama dan membangun fondasi solid dalam prosesnya, pemerintah dan partai oposisi Suriah bisa mengirimkan delegasi mereka ke meja perundingan.
Rusia telah melancarkan serangan udara ke kelompok Negara Islam (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) di Suriah selama berminggu-minggu, dan Moskow menyatakan Rusia akan terus memerangi teroris.
Washington juga mengumumkan bahwa Amerika Serikat mengerahkan sejumlah kecil pasukan khusus ke bagian utara Suriah untuk membantu partai oposisi memerangi ISIS ketika para pihak bertemu di Wina, Jumat.
Kerry menitikberatkan bahwa pengumuman operasi pada waktu bersamaan dengan pertemuan yang berlangsung di Austria hanya kebetulan, mengatakan bahwa kelompok-kelompok teroris harus dikalahkan.
Lavrov mengatakan keputusan Amerika Serikat mengerahkan pasukan khusus ke negara itu akan membuat kerja sama antara kedua negara makin penting.
"Saya yakin bahwa baik Amerika Serikat maupun Rusia tidak menginginkan apa yang disebut perang-proksi," katanya.
Kedua pihak sepakat memerangi teroris dan menyeru gencatan senjata di negara itu.
Kerry mengatakan gencatan senjata tidak meliputi perang melawan teroris di Suriah.
Namun tidak ada rencana spesifik operasi anti-teroris dan jadwal gencatan senjata yang diumumkan.
Para pemain kunci ambil bagian dalam pembicaraan multilateral di Wina, Jumat (30/10), mendorong kemajuan proses diplomatik untuk mencari solusi guna mengakhiri krisis yang sedang berlangsung di Suriah.
Kendati demikian Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan bahwa masih ada perbedaan mengenai masa depan al-Assad, meski beberapa kemajuan dicapai dalam pembicaraan itu.
Kerry mengatakan nasib al-Assad masih menjadi poin utama perdebatan di antara negara-negara yang berpartisipasi dalam pembicaraan Wina, tapi menegaskan bahwa posisi Amerika Serikat tidak berubah.
Beberapa pemangku kepentingan, khususnya dari Amerika Serikat dan negara Teluk tertentu, percaya bahwa sebagai bagian dari solusi untuk Suriah, al-Assad harus meninggalkan kantor kepresidenannya.
Merespons isu itu, Rusia mengatakan rakyat Suriah harus memutuskan masa depan mereka sendiri dan bahwa Rusia ingin mengakhiri krisis di Suriah, mengatakan Rusia akan terus memerangi teroris di negara itu.
Kendati demikian, selain negara-negara utama dunia dan kawasan, tidak ada delegasi dari Suriah yang menghadiri pertemuan itu.
Para diplomat tinggi menjelaskan bahwa ketika para pihak menemukan cukup landasan yang sama dan membangun fondasi solid dalam prosesnya, pemerintah dan partai oposisi Suriah bisa mengirimkan delegasi mereka ke meja perundingan.
Rusia telah melancarkan serangan udara ke kelompok Negara Islam (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) di Suriah selama berminggu-minggu, dan Moskow menyatakan Rusia akan terus memerangi teroris.
Washington juga mengumumkan bahwa Amerika Serikat mengerahkan sejumlah kecil pasukan khusus ke bagian utara Suriah untuk membantu partai oposisi memerangi ISIS ketika para pihak bertemu di Wina, Jumat.
Kerry menitikberatkan bahwa pengumuman operasi pada waktu bersamaan dengan pertemuan yang berlangsung di Austria hanya kebetulan, mengatakan bahwa kelompok-kelompok teroris harus dikalahkan.
Lavrov mengatakan keputusan Amerika Serikat mengerahkan pasukan khusus ke negara itu akan membuat kerja sama antara kedua negara makin penting.
"Saya yakin bahwa baik Amerika Serikat maupun Rusia tidak menginginkan apa yang disebut perang-proksi," katanya.
Kedua pihak sepakat memerangi teroris dan menyeru gencatan senjata di negara itu.
Kerry mengatakan gencatan senjata tidak meliputi perang melawan teroris di Suriah.
Namun tidak ada rencana spesifik operasi anti-teroris dan jadwal gencatan senjata yang diumumkan.
Penerjemah: Maryati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015
Tags: