Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memutuskan menganggarkan pembelian empat unit pesawat Beriev BE-200 untuk alutsista, termasuk di antaranya sebagai penyemaian garam hujan buatan di daerah terkena bencana asap.
Hal itu disampikan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Jumat.
"Kami sudah mengajukan itu dan dalam rencana strategis kami, rencana kita akan membeli pesawat itu sebanyak empat unit, itu sudah cukup," kata Agus.
Dia menjelaskan pesawat jenis Beriev BE-200 lebih efektif dalam mengangkut air untuk menyemprot lahan yang terbakar.
Dengan lebih banyak armada Beriev yang digunakan, maka penyemaian garam untuk hujan buatan akan lebih cepat dilakukan.
"Shorty itu butuh banyak, sedangkan satu pesawat itu untuk ambil air di laut perlu 20 sampai 30 menit, kemudian 15 sampai 17 detik mengambil air, lalu setelah itu terbang lagi setengah jam," jelasnya.
Untuk upaya penanganan asap di Sumatera, Pemerintah menyewa dua pesawat terbang amfibi asal Rusia untuk penyemaian garam hujan buatan.
Pada pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono, dua Be-200 tersebut pernah disewa untuk operasi serupa dengan nilai kontrak hingga 5,4 juta dolar Amerika Serikat selama beberapa bulan. Be-200 itu juga sempat ditawarkan kepada Indonesia untuk dibeli saja.
Pesawat Be-200 dengan dua mesin jet di atas sayapnya itu bisa langsung menyerok belasan ton air tanpa mendarat. Hanya dengan memposisikan pesawat terbang sejajar dengan air, maka pengambilan air ke dalam pesawat dapat dilakukan.
Komandan Pangkalan Udara TNI AU Palembang, Letnan Kolonel Penerbang MRY Fahlefie, mengatakan, pesawat terbang amfibi ini mendarat di Palembang untuk berkoordinasi terkait persiapan operasi pemadaman air dari udara, di Selat Malaka.
"Nanti pesawat amfibi ini akan mengambil air di Selat Malaka, sehingga akan disiagakan di Bandara Pangkal Pinang," katanya.
Pemerintah anggarkan pembelian empat pesawat Rusia Beriev
30 Oktober 2015 13:32 WIB
KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015
Tags: