Surabaya (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai pondok pesantren merupakan kunci kesuksesan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah karena memiliki jaringan yang luas dan lokasi yang strategis di seluruh Indonesia.

"Pesantren memiliki pengaruh yang besar kepada masyarakat, dan dapat menjadi agen berharga bagi pengembangan inklusi keuangan syariah," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Benny Siswanto saat memberikan sambutan dalam seminar "Pemberdayaan Ekonomi Pesantren" di Surabaya, Kamis.

Seminar yang dihadiri para pimpinan pondok pesantren dan lembaga terkait ini merupakan bagian dari rangkaian acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 yang berlangsung mulai 27 Oktober hingga 1 November 2015 di Surabaya, Jawa Timur.

Benny menyebutkan berbagai unit usaha yang dimiliki pesantren juga ideal untuk ditingkatkan dengan skema pembiayaan syariah. Hal itu sejalan dengan upaya meningkatkan kemandirian pondok pesantren melalui pengembangan bisnis berbasis syariah.

Sebelumnya, dalam rangkaian ISEF 2014 lalu, telah dilakukan diskusi dengan para pimpinan pondok pesantren di Jawa Timur. Berdasarkan pertemuan tersebut, telah dikembangkan inkubator bisnis, pelatihan pengelolaan keuangan, implementasi pemberdayaan ekonomi dan layanan keuangan digital di pesantren.

Berdasarkan data Kementerian Agama, hingga 2015, terdapat 27.290 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan populasi terbanyak di Jawa Barat yaitu 8.200 pesantren atau 30,1 persen, diikuti Jawa Timur sebanyak 5.761 pesantren atau 21,1 persen dan Jawa Tengah sebesar 4.336 pesantren atau 15,9 persen.

Pada saat yang sama, juga diselenggarakan seminar bertema "Potensi Wisata Berbasis Syariah di Indonesia" yang intinya bertujuan untuk menarik wisatawan asing dari seluruh dunia ke Indonesia, tidak terbatas pada kaum muslim.

Benny menjelaskan pariwisata syariah sebagai industri jasa berbasis ekonomi syariah memiliki potensi untuk dikembangkan, terutama bagi wisatawan yang memiliki minat untuk berpartisipasi dalam kemajuan ekonomi dan keuangan syariah.

Untuk itu, lanjut dia, minat wisatawan tersebut harus direspons dengan optimalisasi pengembangan usaha wisata syariah di Indonesia, agar sektor jasa ini dapat menggerakkan kinerja perekonomian nasional.

"Potensi wisata syariah terletak pada usaha menyingkirkan segala hal yang dapat membahayakan bagi manusia dan mendekatkan manusia kepada hal yang akan membawa manfaat bagi dirinya maupun lingkungan. Hal ini menarik banyak peminat di dunia, tidak terbatas pada kaum muslim," kata Benny.

Bank Indonesia mencatat industri pariwisata syariah sudah tergolong maju di negara-negara yang dikenal sebagai pengembang sektor jasa pariwisata yang besar dan mayoritas penduduknya muslim seperti Turki dan Malaysia.

Sementara, menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ada 13 provinsi yang siap sebagai destinasi wisata syariah, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali.