Trigana Air Service siap tambah jadwal penerbangan ke Oksibil
27 Oktober 2015 15:44 WIB
Dokumentasi pesawat terbang DHC Twin Otter dengan nomor registrasi PK-YRF sebelum lepas landas dari Bandara Wamena, Jayawijaya, Papua menuju Bandara Puncak Jaya, Papua, beberapa waktu lalu. (FOTO ANTARA/Chanry Suripatty)
Jayapura, Papua (ANTARA News) - Maskapai penerbangan Trigana Air Service siap menambah jadwal penerbangan ke Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, setelah pada 16 Agustus 2015 salah satu pesawatnya kecelakaan di sana dan menewaskan 54 orang awak dan penumpang.
"Iya, intinya kami sudah siap, kalau sudah disetujui Kementerian Perhubungan, jadi penerbangan Trigana Air di pegunungan bintang ada dua unit pesawat terbang," ujar Manager Area PT Tigana Air Service Papua, Bustomi Prayitno, di Jayapura, Selasa.
Diungkap dia, kini Trigana Air Service telah menyiapkan satu pesawat jenis ATR 42-200 untuk melayani penerbangan dari Jayapura dan ke Pegunungan Bintang, namun dari Kementerian Perhubungan belum memberikan izin terbang.
Pada sisi lain, masyarakat setempat kesulitan transportasi dan berujung kenaikan tajam harga berbagai keperluan. Beras, sebagai contoh, semula Rp40.000/kilogram menjadi Rp90.000/kilogram.
"Mudah-mudahan dari pihak Kementerian Perhubungan berikan suatu konkrit dan solusi yang terbaik buat kita semua, terutama untuk masyarakat Pegunungan Bintang, yang masih sulit masalah angkutan udara," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang meminta menteri perhubungan segera mengeluarkan izin terbang satu pesawat Trigana yang akan melayani jalur Jayapura-Oksibil.
"Kami sudah membeli satu unit ATR 42-200, itu sudah ada di Halim Perdanakusuma. Saya akan ke Jakarta untuk menghadap menteri perhubungan supaya izinnya cepat keluar untuk membantu di sana," ujar Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang, Welington Wenda.
Pasca jatuhnya pesawat Trigana Air Service ATR 42-300 pada 16 Agustus 2015, kata dia, kini warganya kesulitan transportasi.
"Jadi di Pegunungan Bintang itu satu-satunya angkutan umumnya adalah penerbangan, ketika pesawat Trigana itu jatuh, daerah sebenarnya terguncang dan pengaruhnya untuk angkutan logistik dan penumpang," katanya.
Kini akses masyarakat yang ingin masuk ataupun keluar Pegunungan Bintang sangat sulit karena hanya ada dua penerbangan yang tersedia.
"Untuk kondisi kini, pegawai atau masyarakat yang mau datang paling cepat antrenya satu minggu sehingga ada sebagian pegawai yang menggunakan jalur Merauke," kata dia.
"Jadi terbang ke Merauke kemudian jalan darat sampai ke Boven Digoel dan lanjut dengan pesawat cesna karavan dari Boven Digoel ke Pegunungan Bintang," ujar Wenda.
"Iya, intinya kami sudah siap, kalau sudah disetujui Kementerian Perhubungan, jadi penerbangan Trigana Air di pegunungan bintang ada dua unit pesawat terbang," ujar Manager Area PT Tigana Air Service Papua, Bustomi Prayitno, di Jayapura, Selasa.
Diungkap dia, kini Trigana Air Service telah menyiapkan satu pesawat jenis ATR 42-200 untuk melayani penerbangan dari Jayapura dan ke Pegunungan Bintang, namun dari Kementerian Perhubungan belum memberikan izin terbang.
Pada sisi lain, masyarakat setempat kesulitan transportasi dan berujung kenaikan tajam harga berbagai keperluan. Beras, sebagai contoh, semula Rp40.000/kilogram menjadi Rp90.000/kilogram.
"Mudah-mudahan dari pihak Kementerian Perhubungan berikan suatu konkrit dan solusi yang terbaik buat kita semua, terutama untuk masyarakat Pegunungan Bintang, yang masih sulit masalah angkutan udara," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang meminta menteri perhubungan segera mengeluarkan izin terbang satu pesawat Trigana yang akan melayani jalur Jayapura-Oksibil.
"Kami sudah membeli satu unit ATR 42-200, itu sudah ada di Halim Perdanakusuma. Saya akan ke Jakarta untuk menghadap menteri perhubungan supaya izinnya cepat keluar untuk membantu di sana," ujar Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang, Welington Wenda.
Pasca jatuhnya pesawat Trigana Air Service ATR 42-300 pada 16 Agustus 2015, kata dia, kini warganya kesulitan transportasi.
"Jadi di Pegunungan Bintang itu satu-satunya angkutan umumnya adalah penerbangan, ketika pesawat Trigana itu jatuh, daerah sebenarnya terguncang dan pengaruhnya untuk angkutan logistik dan penumpang," katanya.
Kini akses masyarakat yang ingin masuk ataupun keluar Pegunungan Bintang sangat sulit karena hanya ada dua penerbangan yang tersedia.
"Untuk kondisi kini, pegawai atau masyarakat yang mau datang paling cepat antrenya satu minggu sehingga ada sebagian pegawai yang menggunakan jalur Merauke," kata dia.
"Jadi terbang ke Merauke kemudian jalan darat sampai ke Boven Digoel dan lanjut dengan pesawat cesna karavan dari Boven Digoel ke Pegunungan Bintang," ujar Wenda.
Pewarta: Dhias Suwandi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: