Jakarta (ANTARA News) - Tokoh pendidikan sekaligus mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, berpendapat ilmu sejarah masih belum populer di mata akademisi Indonesia sehingga banyak arsip-arsip penting masa lalu yang tidak dikaji kembali.
Hal itu dikatakan Wardiman ketika menghadiri seminar internasional Bandung Conference: Memory of The World and Emerging Forces yang membahas masuknya arsip Konferensi Asia Afrika 1955 dalam daftar Memory of the World milik Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
"Ilmu sejarah di Indonesia masih belum populer. Tentunya kita jarang sekali melihat adanya mahasiswa, pengajar atau kelompok studi yang tekun mempelajari sejarah, khususnya yang ada di Indonesia," kata Wardiman Djojonegoro di gedung LIPI Jakarta, Selasa.
Wardiman mengatakan akibat dari minimnya minat tersebut banyak arsip sejarah Indonesia yang seolah-olah hanya menjadi pelengkap koleksi di museum, perpustakaan maupun di gedung Arsip Nasional RI.
"Meskipun saya atau Anda tahu bahwa arsip-arsip sejarah banyak sekali di Indonesia namun saya sesalkan kurangnya minat pemuda untuk mempelajari itu," keluh Wardiman.
"Mari kita ke Arsip Nasional RI. Arsipnya tersedia dan boleh dibuka baik untuk sekadar menambah khasanah pengetahuan maupun untuk mendalami sejarah negeri ini," imbuh Wardiman.
Wardiman berharap Arsip Nasional RI dan LIPI terus mendaftarkan dokumen sejarah Indonesia pada UNESCO sehingga dokumen sejarah itu tetap terjaga bahkan bisa dipelajari dunia.
"Arsip yang telah diregister di UNESCO sudah tertata dan bisa dibuka untuk umum." kata Wardiman. "Alangkah baiknya jika pendukung seni dan sejarah bersatu padu mendukung program ini supaya arsip kita masuk UNESCO. Ini mempermudah pemuda di masa mendatang mengakses sejarah."
Wardiman: ilmu sejarah belum populer di Indonesia
27 Oktober 2015 15:37 WIB
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wardiman Djojonegoro (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015
Tags: