Batik Kudus diharapkan kembali gunakan pewarna alami
26 Oktober 2015 18:48 WIB
ilustrasi Model membawakan busana batik rancangan Jeffry Tan dalam pagelaran busana Batik Fashion Week di Gandaria City, Jakarta, Jumat (3/10/15) malalm. (ANTARA FOTO/Teresia May)
Jakarta (ANTARA News) - Sebagai upaya menjaga tradisi, pengusaha sekaligus pecinta batik berharap Batik Kudus nantinya akan kembali menggunakan pewarna alami ketimbang buatan.
"Suatu saat Batik Kudus bisa kembali menggunakn warna alam, untuk pelestarian. Tanpa campuran bahan kimia sama sekali," ungkap Pemilik Galeri Batik Jawa, Nita Kenzo, di Jakarta, Senin.
Nita mengatakan, salah satu bahan pewarna alami yang dulu populer digunakan ialah tanaman indigo atau tarum. Tanaman ini, kata dia, menghasilkan warna biru, yang merupakan salah satu warna khas Batik Kudus.
Selain itu, kayu-kayu pohon seperti mahoni juga populer digunakan pembatik sebagai pewarna alami.
Hanya saja, lanjut Nita, semenjak terjadinya Revolusi Industri, pembuatan batik tak lagi menggunakan bahan-bahan alami, melainkan pewarna buatan. Kondisi inilah yang menjadikan tanaman indigo tak lagi dilirik, sehingga budidayanya pun terhenti.
"Kalau dulu seakan tanaman indigo menutupi seluruh nusantara. Tetapi sekarang-sekarang ini tidak lagi dibudidayakan. Kalaupun ada, tanaman itu tumbuh liar saja," kata Nita.
Inilah, lanjut dia, yang menjadi hambatan bagi pembatik untuk kembali ke tradisi, yakni menggunakan pewarna alami dalam batik hasil karyanya.
"Kami kekurangan bahan baku. Kapasitas produksi terkendala bahan baku, bahan baku harus tersedia," tutur Nita. "Oleh karenanya mulai tahun 2006, kami mulau membudidayakan kembali tanaman indigo di lingkungan kami, seputar Yogyakarta," tambah dia.
"Suatu saat Batik Kudus bisa kembali menggunakn warna alam, untuk pelestarian. Tanpa campuran bahan kimia sama sekali," ungkap Pemilik Galeri Batik Jawa, Nita Kenzo, di Jakarta, Senin.
Nita mengatakan, salah satu bahan pewarna alami yang dulu populer digunakan ialah tanaman indigo atau tarum. Tanaman ini, kata dia, menghasilkan warna biru, yang merupakan salah satu warna khas Batik Kudus.
Selain itu, kayu-kayu pohon seperti mahoni juga populer digunakan pembatik sebagai pewarna alami.
Hanya saja, lanjut Nita, semenjak terjadinya Revolusi Industri, pembuatan batik tak lagi menggunakan bahan-bahan alami, melainkan pewarna buatan. Kondisi inilah yang menjadikan tanaman indigo tak lagi dilirik, sehingga budidayanya pun terhenti.
"Kalau dulu seakan tanaman indigo menutupi seluruh nusantara. Tetapi sekarang-sekarang ini tidak lagi dibudidayakan. Kalaupun ada, tanaman itu tumbuh liar saja," kata Nita.
Inilah, lanjut dia, yang menjadi hambatan bagi pembatik untuk kembali ke tradisi, yakni menggunakan pewarna alami dalam batik hasil karyanya.
"Kami kekurangan bahan baku. Kapasitas produksi terkendala bahan baku, bahan baku harus tersedia," tutur Nita. "Oleh karenanya mulai tahun 2006, kami mulau membudidayakan kembali tanaman indigo di lingkungan kami, seputar Yogyakarta," tambah dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: