10.000 buruh seluruh Indonesia akan serbu Jakarta
25 Oktober 2015 14:11 WIB
Dokumentasi gabungan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspek), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan organisasi buruh lainnya melakukan unjuk rasa di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, Senin (28/10). Unjuk rasa tersebut merupakan persiapan mogok nasional yang rencananya akan dilaksakan pada 1 November mendatang. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean).
Bogor (ANTARA News) - Sekitar 10.000 buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional dari 12 provinsi se-Indonesia akan bergerak menuju Istana Presiden, Jakarta, menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait pengupahan sebagai bagian Paket Kebijakan Ekonomi jilid IV Presiden Joko Widodo.
"Selasa nanti (27/10), 10.000 buruh yang tergabung dalam SPN dari 12 provinsi akan bergerak menuju Istana Presiden Jakarta untuk menolak RPP pengupahan," kata Ketua DPP SPN, Iwan Kusmawan, saat dihubungi di Bogor, Minggu.
Dia mengatakan, rencana mobilisasi puluhan ribu buruh SPN se Indonesia telah dibahas dalam rapat koordinasi dengan pengurus se-Jabodetabek dan Sukabumi pada Sabtu kemarin (24/10), di Tajur, Kota Bogor.
Dia mengatakan, penolakan keras terhadap RPP Pengupahan itu, karena tidak melibatkan serikat pekerja di Dewan Pengupahan. Selain itu, kenaikan upah berpatokan pada inflasi dan perkembangan ekonomi dan tidak lagi mengacu pada kebutuhan hidup layak (KHL).
"Sangat jelas kebijakan ini bertentangan dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Kusmawan.
"Selasa nanti (27/10), 10.000 buruh yang tergabung dalam SPN dari 12 provinsi akan bergerak menuju Istana Presiden Jakarta untuk menolak RPP pengupahan," kata Ketua DPP SPN, Iwan Kusmawan, saat dihubungi di Bogor, Minggu.
Dia mengatakan, rencana mobilisasi puluhan ribu buruh SPN se Indonesia telah dibahas dalam rapat koordinasi dengan pengurus se-Jabodetabek dan Sukabumi pada Sabtu kemarin (24/10), di Tajur, Kota Bogor.
Dia mengatakan, penolakan keras terhadap RPP Pengupahan itu, karena tidak melibatkan serikat pekerja di Dewan Pengupahan. Selain itu, kenaikan upah berpatokan pada inflasi dan perkembangan ekonomi dan tidak lagi mengacu pada kebutuhan hidup layak (KHL).
"Sangat jelas kebijakan ini bertentangan dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Kusmawan.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: