Pekanbaru (ANTARA News) - Kawanan gajah Sumatera liar mengamuk saat hutan habitat mereka di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau, terbakar.

"Selama tiga hari kami memadamkan kebakaran selalu bertemu kawanan gajah liar. Mereka mengamuk, mengeluarkan suara teriakan-teriakan yang sangat keras. Ini membuat proses pemadaman kebakaran jadi sangat rawan," kata Komandan Regu Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Sersan Kepala Dian Syaifullah kepada Antara di lokasi pemadaman di Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Jumat.

Ia menjelaskan, sembilan personel Kostrad memadamkan kebakaran di daerah yang disebut Bukit Apolo di Desa Bagan Limau Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan sejak tanggal 20 Oktober.

Menurut petugas Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Dian menuturkan, area itu merupakan salah satu jalur perlintasan dan daerah kantung bagi tiga kawanan gajah Sumatera liar.

Sebagian besar hutan di Bukit Apolo kini sudah rusak karena perambahan atau beralih fungsi menjadi kebun kepala sawit.

Para personel Kostrad berjibaku memadamkan kebakaran di area itu dengan bantuan Komando Rayon Militer Pangkalan Kuras, anggota Balai TNTN dan perusahaan PT Indosawit Subur.

"Awalnya kami berencana menginap di lokasi kebakaran, tapi suasana sangat mencekam dan rawan pada malam hari karena kawanan gajah kerap mengamuk, sehingga kami memutuskan mundur," katanya.

Pada siang hari, di sekitar lokasi kebakaran personel Kostrad kerap menemukan bekas amukan gajah, kebun-kebun perambah yang rusak.

Pada hari ketiga pemadaman, tim gabungan tersebut hanya berada sekitar 100 meter dari kawanan gajah yang mengamuk.

"Kami terpaksa diam sejenak menunggu kawanan gajah liar itu lewat baru bisa pulang," katanya.

Meski begitu, ia mengataka, tim gabungan pemadam kebakaran berhasil mengisolasi kebakaran di Bukit Apolo setelah berjibaku selama tiga hari.

Para personel tim gabungan memadamkan api dengan peralatan seadanya karena akses menuju lokasi kebakaran sangat sulit dilalui mobil pemadam kebakaran besar dan minimnya sumber air. Kebakaran di area itu menghanguskan lahan sekitar 40 hektare dalam tiga hari.

"Yang terbakar adalah lahan berupa belukar dan tanaman sawit milik perambah. Kami menduga kebakaran ini adalah karena perambahan di sana untuk membuka lahan sawit karena tanaman yang terbakar juga tidak subur," katanya.

Dugaan pembakaran oleh perambah juga diperkuat dengan keberadaan 30 gubuk kayu yang dibangun perambah di Bukit Apolo. Ketika kebakaran terjadi, gubuk-gubuk itu terkunci dan kosong.

"Kalau mereka bukan perambah dan berniat baik, pasti mereka membantu kita padamkan api dan tidak lari," katanya.

Ia menambahkan lokasi kebakaran kini sudah disegel untuk kepentingan penyidikan oleh penegak hukum.