Jakarta (ANTARA News) - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai hukuman kastrasi atau kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual tidak tepat karena hasrat seks tidak hanya lahir melalui hormon melainkan bisa muncul melalui fantasi.
"Keterbangkitan seks tidak sebatas karena hormon tapi juga fantasi. Predator yang sudah lumpuh bisa menggunakan cara non-persetubuhan dan mendorong orang lain untuk menyalurkannya," kata Reza Indragiri Amriel dalam pesan singkatnya kepada Antara News, Rabu.
Reza Indragiri menjelaskan kebiri yang dilakukan secara kimiawi (chemical castration) tidak akan menjamin pelaku jera atas perbuatannya.
"Kebiri kimiawi untuk predator seksual anak?" kata Reza. "Predator mysoped (kejahatan seksual terhadap anak) bisa saja semakin buas sehingga tidak hanya sebatas memangsa anak, melainkan bisa menyasar siapa saja."
Selain itu, Reza mempertanyakan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk hukuman kebiri, apalagi jika kebiri dilakukan secara kimiawi dengan menyuntikan zat anti-hormon secara berkala sementara zat testosteron artifisial bisa dibeli masyarakat.
"Injeksi harus dilakukan berulang, apakah rela jika dana APBN dipakai untuk 'merawat' predator?" cetus Reza.
Ketimbang menerapkan hukuman kebiri, Reza menyarankan kepada pemerintah untuk mencegah tindak kejahatan seksual dengan menyiapkan aspek hukuman yang dipastikan membuat jera dan mengelola daerah yang memiliki potensi kejahatan tersebut.
"Salah satu cara mencegahnya ada pada aspek hukuman itu tadi. Serta banyaknya area yang harus dikelola," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Prasetyo mengatakan Presiden Joko Widodo setuju diterapkannya hukuman tambahan berupa pengebirian bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak-anak untuk menimbulkan efek jera.
‎Ahli psikologi nilai hukuman kebiri tidak tepat
21 Oktober 2015 15:55 WIB
Ilustrasi ruang tahanan
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015
Tags: