Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Cornell Amerika Serikat, Iwan Jaya Azis dan ekonom Universitas Indonesia Emil Salim menyarankan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan untuk memulihkan kemampuan beli.

Menurut Iwan di Jakarta, Selasa, penurunan suku bunga acuan (BI rate) juga tidak akan mengurangi potensi dana asing masuk atau sebaliknya, memicu dana keluar berlebihan karena arus modal saat ini lebih dipengaruhi kebijakan dari eksternal.

"Aliran modal asing lebih banyak karena pull factor (faktor penarik dari luar). Tidak bisa dimainkan oleh kebijakan domestik," ucapnya dalam Seminar "Mendalami Krisis Global dan Kebijakan Ekonomi Nasional".

Iwan mengatakan secara teoritis, bunga acuan yang tinggi dapat menjadi instrumen untuk meningkatkan aliran dana asing masuk.

Masalahnya saat ini adalah kepemilikan asing dalam pasar modal dan pasar obligasi Indonesia sebagian besar karena kebijakan eksternal dari penggelontoran stimulus Amerika Serikat pada 2011 lalu.

Hal itu yang membuat dia yakin kebijakan suku bunga acuan bank sentral tidak akan berpengaruh signifikan dengan arus modal.

"Jika dalam kondisi normal memang demikian. Namun sekarang ini, abnormal," kata dia.

Mengingat potensi ketidakpastian ekonomi global masih berlanjut, Iwan menyarankan Bank Indonesia dapat mendorong pimpinan bank sentra lainnya dalam forum ekonomi internasional seperti G-20 untuk meminta Amerika Serikat memberikan kepastian mengenai kebijakan normalisasi moneternya.

"Ini juga kritik saya kepada lembaga keuangan internasional seperti IMF. Seharusnya IMF, dengan anggota-anggotanya bisa menyampaikan hal ini," kata dia.

Sedangkan, menurut Emil Salim, penurunan suku bunga acuan bisa signifikan memulihkan konsumsi masyarakat dan kinerja dunia usaha.

Keringanan bunga acuan yang akan diikuti dengan penurunan bunga perbankan, ujarnya, bisa mengurangi ongkos produksi dan akan berimbas pada peningkatan daya saing barang hasil produksi.

Dengan penurunan ongkos produksi dari produsen, harga barang di pasaran juga bisa turun dan meringankan beban ekonomi masyarakat.

"Besarannya bisa bertahap. Waktu eranya Darmin Nasution (mantan Gubernur BI) besarannya ke arah 5 persen. Zamannya Gubernur BI sekarang Agus Martowardojo 7,5 persen. Saya kira masa Darmin itu bunga masih bisa dipertangungjawabkan," ujarnya.

Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Presiden era Susilo Bambang Yudhoyono itu, kondisi makro ekonomi sekarang pun cukup memungkinkan untuk penurunan bunga acuan. Inflasi inti yang menjadi fokus perhatian otoritas moneter cukup terkendali.

"Penurunan suku bunga acuan ini menjadi salah satu fokus yang perlu diupayakan BI ke depannya," kata dia.