Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menyampaikan penerbitan Obligasi Ritel Negara Seri ORI012 bisa membantu untuk menahan pelebaran defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 2,23 persen terhadap PDB tahun ini.

"Kalau ada pelebaran defisit, penambahan bisa ditutup dari kenaikan ORI. Ini bisa mengurangi tekanan suplai di penerbitan lelang," kata Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Loto Srinaita Ginting di Jakarta, Senin.

Loto menjelaskan masa penjatahan ORI012 telah ditetapkan mencapai Rp27,4 triliun, dan jumlah tersebut sedikit mengurangi tekanan terhadap defisit anggaran yang dipastikan melebar dari target APBN-Perubahan 2015 sebesar 1,9 persen terhadap PDB.

"Kalau kita memakai target defisit 1,9 persen, penerbitan ORI sudah mengurangi (pembiayaan). Tetapi kalau sekarang defisit 2,23 persen, kami koordinasi lagi dan exercise apakah masih membutuhkan tambahan penerbitan lelang," ujarnya.

Dengan adanya penerbitan ORI012 maka realisasi penerbitan Surat Berharga Negara sudah mencapai Rp439,27 triliun atau sekitar 95,24 persen dari total target Rp461,2 triliun, berdasarkan perkiraan defisit anggaran akhir tahun 2,23 persen terhadap PDB.

Selain mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara untuk menutup defisit anggaran, apabila dibutuhkan, pemerintah bisa mengandalkan pinjaman siaga, memanfaatkan pinjaman lembaga multilateral dan menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL).

"Kita masih menggunakan penerbitan SBN, pinjaman dan SAL untuk menutup defisit. Saat ini masih ditutup dari penerbitan SBN, tapi kita memiliki fleksibilitas untuk menggunakan instrumen lainnya," katanya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menetapkan hasil penjatahan Obligasi Negara Ritel Seri ORI012 sebesar Rp27,4 triliun atau lebih tinggi dari target indikatif awal Rp20 triliun.

Loto menjelaskan tingginya minat masyarakat terhadap ORI012, meskipun saat ini kondisi ekonomi global sedang mengalami perlambatan, salah satunya karena tingkat kupon obligasi ritel yang lebih menarik dari bunga deposito.

"ORI lebih menarik, waktu diterbitkan memang ada kecenderungan yield meningkat setelah seminggu. Namun kemudian ada penguatan rupiah, yang membuat penurunan yield signifikan didukung ekspektasi inflasi rendah," ujarnya.