Tokoh nilai Indonesia barometer kawasan Muslim tuntaskan diskriminasi
18 Oktober 2015 19:05 WIB
Denny JA menjawab pertanyaan peserta diskusi di Frohsein, Frankfurt, Jerman, Sabtu (17/10), soal buku karangannya Sapu Tangan Fang Yin, edisi Jerman, yang dikaitkan dengan gerakan anti diskriminasi. (istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Tokoh pegiat anti diskrimininasi Indonesia Denny JA mengatakan Indonesia menjadi barometer kawasan negara Muslim menyelesaikan masalah diskriminasi.
"Jika Indonesia berhasil, kawasan Muslim lainnya potensial berhasil juga," kata Denny JA di Frankfurt Jerman, Sabtu (17/10) dalam diskusi hari ketiga "Frankfurt Book Fair".
Dalam siaran persnya yang diterima Minggu, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu mengatakan, Diskusi dalam Ajang Pameran Buku Frankfurt itu secara khusus membahas buku Denny JA "Sapu Tangan Fang Yin", yang terbit edisi Jermannya, dan sempat menjadi best seller no 1 di toko online terbesar dunia, Amazon.com.
Turut hadir membas buku Denny JA adalah Michael B mewakili pemerintahan lokal Frankfurt, Berthold Damshauser, Jamal D Rahman, dipandu moderator Andrea Scmith.
Denny JA mengutip hasil survei Pew Research Center. Di tahun 2013, lembaga itu mengeluarkan daftar negara yang dianggap paling mampu melindungi kebebasan agama. Yang tertinggi justru adalah negara yang bukan dari kawasan kultur liberal Barat, seperti Brazil, Afrika Selatan dan Filipina.
"Pada dasarnya apapun kulturnya, semua negara potensial melindungi kebebasan agama. Namun memang tak termasuk dalam kriteria itu aneka negara yang tumbuh dalam tradisi agama Islam. Dari rangking 10 besar negara pelindung kebebasan agama, tak satupun berasal dari kawasan Muslim," katanya.
Indonesia, ujar Denny cukup berhasil mengatasi diskriminasi rasial etnik Tionghoa. Namun belum berhasil mengatasi diskriminasi agama.
Puisi panjang "Sapu Tangan Fang Yin" yang ditulis Denny JA adalah kisah sukses etnik Tionghoa. Di tahun 1998 ada beberapa gadis Tionghoa yang disinyalir diperkosa massal dalam kerusuhan etnik. Kini sudah ada warga Tionghoa yang menjadi menteri. Sudah ada program TV berbahasa Tionghoa.
Denny menambahkan, peran Indonesia untuk mengubah wajah Islam yang lebih ramah menjadi signifikan bagi dunia. Apalagi diprediksi di tahun 2070, penganut Muslim diproyeksikan akan menjadi agama terbesar di dunia. Saat itu, wajah Islam yang ramah, yang sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, yang bisa membangun peradaban baru yang anti diskriminasi.
"Jika Indonesia cukup berhasil mengatasi diskriminasi etnik Tionghoa, seharusnya tak ada alasan Indonesia gagal mengatasi diskriminasi agama," demikian Denny JA.
"Jika Indonesia berhasil, kawasan Muslim lainnya potensial berhasil juga," kata Denny JA di Frankfurt Jerman, Sabtu (17/10) dalam diskusi hari ketiga "Frankfurt Book Fair".
Dalam siaran persnya yang diterima Minggu, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu mengatakan, Diskusi dalam Ajang Pameran Buku Frankfurt itu secara khusus membahas buku Denny JA "Sapu Tangan Fang Yin", yang terbit edisi Jermannya, dan sempat menjadi best seller no 1 di toko online terbesar dunia, Amazon.com.
Turut hadir membas buku Denny JA adalah Michael B mewakili pemerintahan lokal Frankfurt, Berthold Damshauser, Jamal D Rahman, dipandu moderator Andrea Scmith.
Denny JA mengutip hasil survei Pew Research Center. Di tahun 2013, lembaga itu mengeluarkan daftar negara yang dianggap paling mampu melindungi kebebasan agama. Yang tertinggi justru adalah negara yang bukan dari kawasan kultur liberal Barat, seperti Brazil, Afrika Selatan dan Filipina.
"Pada dasarnya apapun kulturnya, semua negara potensial melindungi kebebasan agama. Namun memang tak termasuk dalam kriteria itu aneka negara yang tumbuh dalam tradisi agama Islam. Dari rangking 10 besar negara pelindung kebebasan agama, tak satupun berasal dari kawasan Muslim," katanya.
Indonesia, ujar Denny cukup berhasil mengatasi diskriminasi rasial etnik Tionghoa. Namun belum berhasil mengatasi diskriminasi agama.
Puisi panjang "Sapu Tangan Fang Yin" yang ditulis Denny JA adalah kisah sukses etnik Tionghoa. Di tahun 1998 ada beberapa gadis Tionghoa yang disinyalir diperkosa massal dalam kerusuhan etnik. Kini sudah ada warga Tionghoa yang menjadi menteri. Sudah ada program TV berbahasa Tionghoa.
Denny menambahkan, peran Indonesia untuk mengubah wajah Islam yang lebih ramah menjadi signifikan bagi dunia. Apalagi diprediksi di tahun 2070, penganut Muslim diproyeksikan akan menjadi agama terbesar di dunia. Saat itu, wajah Islam yang ramah, yang sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, yang bisa membangun peradaban baru yang anti diskriminasi.
"Jika Indonesia cukup berhasil mengatasi diskriminasi etnik Tionghoa, seharusnya tak ada alasan Indonesia gagal mengatasi diskriminasi agama," demikian Denny JA.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015
Tags: