Jakarta (ANTARA News) - Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menyatakan rasio gini atau rasio pertumbuhan ekonomi terhadap Pendapatan Domestik Bruto Indonesia, di atas Amerika Serikat, atau dalam kata lain ketimpangan ekonomi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di AS.

"Rasio Gini kita di atas Amerika. Ini artinya, ada ketimpangan sosial di mana pertumbuhan ekonomi nasional yang berdasarkan pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) hanya dinikmati sebagian golongan saja," kata peneliti Indef Dzulfian Syafrian di Jakarta, Jumat.

Dzulfian tidak menyebutkan angka rasio gini Amerika Serikat.

Menurut Dzulfian, kalangan yang paling menikmati pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah golongan menengah atas yang memainkan peran lebih besar dalam perekonomian nasional.

Parameter yang menunjukkan ketimpangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia ini tampak pada Rasio Gini yang mencapai 0,41 sampai dengan 0,42 persen saat ini di Indonesia.

Rasio Gini diukur pada skala 0-1 di mana 0 menunjukkan tidak ada kesenjangan sosial dan angka 1 di mana tingkat kesenjangan sosial mencapai titik maksimal.

"Kita ini sudah berada di titik rawan karena jika sudah berada di level 0,5 gini ratio ini akan menimbulkan banyak kecemburuan sosial di masyarakat, bahkan bisa berpotensi terjadi revolusi yang artinya ada ketidakstabilan politik dan imbasnya ekonomi," ujar Dzulfian.

Dari data yang dipaparkan Indef, lanjut Dzulfan, pada 2013 saja, BPS mencatat masyarakat yang tingkat perekonomiannya lemah hanya mendapat distribusi pendapatan sekitar 13 persen dan ini terus memburuk. Namun pendapatan masyarakat tingkat menengah juga turun di bawah 35 persen dari pendapatan nasional.

Sebaliknya, masyarakat atas yang hanya 20 persen di Indonesia menikmati hampir 50 persen pendapatan negara.

"Dengan itu koefisien Rasio Gini mencapai 0,41 pada tahun itu dan kemungkinan ada peningkatan pada tahun 2014-2015," kata Dzulfian.

Badan Pusat Statistik belum merilis data tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan indeks rasio gini, padahal di mata Dzulfian, hasil survei sosial ekonomi yang dilakukan BPS bisa menjadi acuan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat, terutama data tentang kemiskinan dan pengangguran.

"Sehingga menjadi pertanyaan besar, mengapa sampai saat ini BPS belum juga mengumumkan hasil surveinya, dan mengapa Presiden dalam pidatonya tidak menyinggung informasi dan data tentang kemiskinan dan pengangguran," ujar dia.