Surabaya (ANTARA News) - Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur melaporkan PT Pradipta Perkasa Makmur karena memproduksi sandal berlafadz mirip "Allah" ke Polda Jatim, Kamis, meski pihak perusahaan sudah meminta maaf.

"Kasus itu harus tetap diusut secara hukum karena sudah menyebar di pasaran," kata Ketua FPI Jatim Habib Haidar Al Hamid didampingi sejumlah pengurus saat melapor langsung ke petugas SPKT Polda Jatim.

Dalam laporannya, mereka menunjukkan bukti cetakan di alas sandal yang menyerupai kaligrafi ayat Al Quran Surat Al-Ikhlas. "Di cetakan ini ada Qul Huwallaahu Ahad, Allaahus Shomad dan Lam Yalid wa Lam Yuulad," kata Habib Haidar.

Baginya, ada dua alasan FPI melaporkan peredaran sandal yang diproduksi PT Pradipta itu yakni menistakan agama dan melanggar hukum, karena cetakan kalimat suci pada alas sandal itu melanggar UUD 1945.

Terkait permohonan maaf pihak perusahaan yang difasilitasi PWNU Jatim 13 Oktober silam, ia mengapresiasi hal itu, namun hal itu tidak bisa menghapus pelanggaran hukum dan tidak bisa menghapus pelecehan yang sudah dirasakan umat Islam.

"Kami juga menyayangkan kenapa sandal-sandal yang jadi barang bukti itu dibakar. Seharusnya disita. Permintaan maaf itu tidak cukup, karena mesinnya masih ada dan bisa jadi akan terus produksi," kata Habib Haidar.

Polda Jatim dan Polres Gresik sudah menyisir sejumlah toko dan akhirnya menyita 6.000 pasang sandal kontroversial itu, sedangkan perusahaan langsung berkonsultasi dengan PWNU Jatim.

Pada 13 Oktober, Liem Long Hwa dari PT Pradipta Perkasa Makmur meminta maaf kepada umat Islam melalui PWNU dengan ditandai pembakaran 10.000 alas kaki itu di halaman Gedung PWNU Jatim.

"Saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada saudara-saudara muslim di seluruh Indonesia, saya sendiri kaget, perusahaan kami tak sengaja membuat sandal seperti itu," katanya di sela pembakaran yang disaksikan Ketua PWNU Jatim KHM Hasan Mutawakkil Alallah, para aktivis NU, masyarakat, dan wartawan.

"Kami benar-benar tidak tahu, karena kami mengirim desain sandal ke Tiongkok, lalu kami menerima matras (cetakan) untuk sandal, tapi apa jadinya tidak diketahui hingga akhirnya ada anak buah saya yang melapor, karena itu kami minta nasihat PWNU," kata dia.