Advokasi bantah Salim Kancil terima dana tambang
14 Oktober 2015 03:41 WIB
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam solidaritas Surabaya untuk Salim Kancil melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (1/10). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Lumajang (ANTARA News) - Tim Advokasi Tolak Tambang Lumajang yang mendampingi kasus Salim Kancil membantah keterangan Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono yang menyebutkan almarhum Salim Kancil menerima aliran dana tambang pasir senilai Rp1 juta.
"Tidak benar almarhum Salim Kancil menerima aliran dana penambangan, namun uang Rp1 juta itu merupakan kompensasi ganti rugi tanah Salim yang telah diratakan oleh Hariyono," kata anggota Tim Advokasi yang mendampingi keluarga korban, Aak Abdullah Al-Kudus di Lumajang, Selasa.
Menurut dia, uang ganti tanah tersebut sebenarnya sangat rendah dibandingkan nilai tanah yang diserobot Kades Selok Awar-Awar yang kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Salim Kancil dan ilegal minning di Lumajang tersebut.
"Tersangka Hariyono memakai jurus mabuk saat memberikan kesaksian dalam sidang etik anggota Polri di Mapolda Jawa Timur karena sebagian keterangannya tidak benar seperti aliran dana yang diterima almarhum Salim Kancil," tuturnya.
Terkait keterangan Hariyono tentang penambangan pasir di Kali Pancing yang dilakukan oleh Salim Kancil, Aak menegaskan pengambilan pasir itu dilakukan untuk membangun rumah.
"Warga di sana biasa mengambil pasir di daerah aliran sungai untuk membangun rumah dan bukan untuk komersialisasi, seperti yang dilakukan tersangka Hariyono," tegasnya.
Ia berharap aparat kepolisian tidak mudah percaya begitu saja dengan keterangan yang diberikan Hariyono karena hal tersebut tidak sesuai dengan fakta dan bukti di lapangan.
Sementara istri almarhum Salim Kancil, Tijah mengatakan Kades Hariyono memberikan uang ganti rugi tanah senilai Rp1 juta kepada suaminya yang memiliki 10 petak tanah di sekitar pesisir dan enam petak di antaranya diserobot oleh Hariyono untuk ditambang.
"Alasannya tempat itu akan dijadikan tempat parkir kendaraan bermotor untuk wisata di Pantai Watu Pecak, namun desa wisata itu tidak pernah terbentuk dan lahannya justru ditambang," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Desa Selok Awar-Awar, Hariyono, mengungkap aliran dana penambangan kepada sejumlah pihak dalam sidang disiplin anggota Polri di Mapolda Jatim, Senin (12/10).
Dalam sidang tersebut, Kades Hariyono dalam kesaksiannya juga menyebut dana tambang itu juga mengalir ke Danramil, Babinsa, Camat, Asper Perhutani, tokoh masyarakat, LSM, dan wartawan.
Ia mengaku pernah memberikan Rp1 juta kepada almarhum Salim Kancil saat menjadi anggota paguyuban dalam pengembangan wisata alam itu, namun Salim Kancil akhirnya menambang sendiri di Sungai Kalipancing.
"Tidak benar almarhum Salim Kancil menerima aliran dana penambangan, namun uang Rp1 juta itu merupakan kompensasi ganti rugi tanah Salim yang telah diratakan oleh Hariyono," kata anggota Tim Advokasi yang mendampingi keluarga korban, Aak Abdullah Al-Kudus di Lumajang, Selasa.
Menurut dia, uang ganti tanah tersebut sebenarnya sangat rendah dibandingkan nilai tanah yang diserobot Kades Selok Awar-Awar yang kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Salim Kancil dan ilegal minning di Lumajang tersebut.
"Tersangka Hariyono memakai jurus mabuk saat memberikan kesaksian dalam sidang etik anggota Polri di Mapolda Jawa Timur karena sebagian keterangannya tidak benar seperti aliran dana yang diterima almarhum Salim Kancil," tuturnya.
Terkait keterangan Hariyono tentang penambangan pasir di Kali Pancing yang dilakukan oleh Salim Kancil, Aak menegaskan pengambilan pasir itu dilakukan untuk membangun rumah.
"Warga di sana biasa mengambil pasir di daerah aliran sungai untuk membangun rumah dan bukan untuk komersialisasi, seperti yang dilakukan tersangka Hariyono," tegasnya.
Ia berharap aparat kepolisian tidak mudah percaya begitu saja dengan keterangan yang diberikan Hariyono karena hal tersebut tidak sesuai dengan fakta dan bukti di lapangan.
Sementara istri almarhum Salim Kancil, Tijah mengatakan Kades Hariyono memberikan uang ganti rugi tanah senilai Rp1 juta kepada suaminya yang memiliki 10 petak tanah di sekitar pesisir dan enam petak di antaranya diserobot oleh Hariyono untuk ditambang.
"Alasannya tempat itu akan dijadikan tempat parkir kendaraan bermotor untuk wisata di Pantai Watu Pecak, namun desa wisata itu tidak pernah terbentuk dan lahannya justru ditambang," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Desa Selok Awar-Awar, Hariyono, mengungkap aliran dana penambangan kepada sejumlah pihak dalam sidang disiplin anggota Polri di Mapolda Jatim, Senin (12/10).
Dalam sidang tersebut, Kades Hariyono dalam kesaksiannya juga menyebut dana tambang itu juga mengalir ke Danramil, Babinsa, Camat, Asper Perhutani, tokoh masyarakat, LSM, dan wartawan.
Ia mengaku pernah memberikan Rp1 juta kepada almarhum Salim Kancil saat menjadi anggota paguyuban dalam pengembangan wisata alam itu, namun Salim Kancil akhirnya menambang sendiri di Sungai Kalipancing.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015
Tags: