Jakarta (ANTARA News) - Setelah digulirkan kemarin, program pencetakan kader-kader Bela Negara Kementerian Pertahanan menuai pendapat legislatif lagi. Anggota Komisi I DPR, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) TB Hasanuddin, mengatakan program itu membutuhkan payung hukum berupa perundang-undangan guna membuat parameter jelas.

"Misalnya nanti kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana," ujar dia, kepada wartawan, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa.

Menurut bekas sekretaris militer presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri, implementasi Program Bela Negara jangan tergesa-gesa dilaksanakan tanpa payung hukum, agar tidak menimbulkan salah tafsir.


Beda tafsir yang paling sering dikemukakan di media massa ataupun media sosial adalah Bela Negara itu mengarah atau mirip dengan wajib militer. Hal ini telah dibantah Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, di Jakarta, Senin (2/10).




Kurikulum Program Bela Negara yang ditujukan mulai dari usia dini hingga usia produktif ini, kata dia, telah disusun dan disesuaikan dengan tingkat keperluan masyarakat yang dituju.

Hasanuddin mengatakan, konsep Program Bela Negara baik dalam konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat. Dia mencontohkan, ketika perang kemerdekaan kesadaran bela negara rakyat tinggi, sehingga siap mengangkat senjata, lalu setelah perang selesai rakyat kembali ke profesinya masing-masing.

"Tapi (bela negara saat ini), bukan semata dilatih menembak, makanya dibutuhkan undang-undang. Misal ada bencana khan Anda ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara," kata dia.