LP Tulungagung berlakukan alat bayar nontunai bagi napi
9 Oktober 2015 21:15 WIB
ilustrasi--Narapidana dan tahanan melaksanakan Salat Idul Fitri 1436 H, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Jombang, Jawa Timur, Jumat (17/7). (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)
Tulungagung (ANTARA News) - Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Tulungagung, Jawa Timur, melarang peredaran uang tunai di dalam lingkungan penjara, kemudian menggantinya dengan alat bayar nontunai, BRIZZI.
"Secara bertahap aturan ini kami terapkan sejak setahun lalu dan kini semua napi dan tahanan wajib menggunakan kartu ini (BRIZZI)," kata Kepala LP Klas IIB Tulungagung, Wahyu Prasetyo di Tulungagung, Jumat.
Ia mengatakan bahwa aplikasi salah satu produk alat bayar nontunai BRI tersebut merupakan tindak lanjut instruksi Kementerian Hukum dan HAM yang melarang segala bentuk peredaran uang tunai, baik di dalam LP maupun rumah tahanan.
Tujuannya, lanjut dia, yakni mencegah praktik suap oleh napi/tahanan terhadap sipir maupun pejabat lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan, menghindari praktik pemerasan, maupun praktik ilegal lain di dalam lingkungan LP maupun rutan.
"Kasus-kasus masa lalu memberi pelajaran bahwa keleluasaan bagi napi dan tahanan dalam membawa uang tunai sering disalahgunakan, baik untuk menyuap sipir maupun praktik ilegal lain, seperti jual-beli narkoba dan sebagainya," paparnya.
Kendati masih ada titik kelemahan, menurut Prasetyo, penerapan alat bayar nontunai cukup efektif dalam mendeteksi segala aktivitas transaksi para napi dan tahanan selama di dalam lingkungan LP.
Terbukti, lanjut dia, para napi dan tahanan sekarang tidak bisa leluasa melakukan praktik suap terhadap petugas/sipir karena tidak lagi memegang uang tunai.
Demikian pula, saat melakukan transaksi, hanya bisa dilakukan di kantin LP yang memiliki sarana gesek BRIZZI yang telah disediakan Bank BRI.
"Seperti juga kartu telepon, alat bayar BRIZZI ini bisa diisi ulang atau top-up dengan saldo maksimal Rp1 juta. Keluarga yang mau kirim uang juga tidak perlu repot ke LP, cukup dikirim ke nomor kartu/rekening bersangkutan," ujarnya.
Prasetyo menegaskan bahwa aturan larangan peredaran uang tunai di dalam LP berlaku menyeluruh bagi napi, tahanan, maupun sipir selama di dalam ruang penjara.
"Jika ada yang kedapatan membawa uang tunai dan melakukan transaksi secara langsung akan kami sita. Peraturan ini berlaku tegas dan mengikat pada semua unsur di dalam LP," tegasnya.
Salah satu napi yang tidak disebut namanya mengaku memiliki dua kartu BRIZZI untuk alat bayarnya selama di dalam LP.
Ia mengakui pemberlakukan alat bayar nontunai membuatnya merasa lebih praktis karena tidak lagi bingung membawa ataupun menyimpan uang selama di dalam sel penjara.
"Untuk aktivitas pembayaran juga efektif, cuma kelemahan kartu ini tidak menggunakan sistem kata sandi atau PIN. Kalau hilang, isinya (uang dalam rekening) bisa ikut amblas (hilang) karena dengan mudah digunakan orang lain asal tahu nomor seri kartu yang tertera," ujar narapidana kasus penggelapan uang salah satu koperasi simpan-pinjam di Tulungagung tersebut.
"Secara bertahap aturan ini kami terapkan sejak setahun lalu dan kini semua napi dan tahanan wajib menggunakan kartu ini (BRIZZI)," kata Kepala LP Klas IIB Tulungagung, Wahyu Prasetyo di Tulungagung, Jumat.
Ia mengatakan bahwa aplikasi salah satu produk alat bayar nontunai BRI tersebut merupakan tindak lanjut instruksi Kementerian Hukum dan HAM yang melarang segala bentuk peredaran uang tunai, baik di dalam LP maupun rumah tahanan.
Tujuannya, lanjut dia, yakni mencegah praktik suap oleh napi/tahanan terhadap sipir maupun pejabat lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan, menghindari praktik pemerasan, maupun praktik ilegal lain di dalam lingkungan LP maupun rutan.
"Kasus-kasus masa lalu memberi pelajaran bahwa keleluasaan bagi napi dan tahanan dalam membawa uang tunai sering disalahgunakan, baik untuk menyuap sipir maupun praktik ilegal lain, seperti jual-beli narkoba dan sebagainya," paparnya.
Kendati masih ada titik kelemahan, menurut Prasetyo, penerapan alat bayar nontunai cukup efektif dalam mendeteksi segala aktivitas transaksi para napi dan tahanan selama di dalam lingkungan LP.
Terbukti, lanjut dia, para napi dan tahanan sekarang tidak bisa leluasa melakukan praktik suap terhadap petugas/sipir karena tidak lagi memegang uang tunai.
Demikian pula, saat melakukan transaksi, hanya bisa dilakukan di kantin LP yang memiliki sarana gesek BRIZZI yang telah disediakan Bank BRI.
"Seperti juga kartu telepon, alat bayar BRIZZI ini bisa diisi ulang atau top-up dengan saldo maksimal Rp1 juta. Keluarga yang mau kirim uang juga tidak perlu repot ke LP, cukup dikirim ke nomor kartu/rekening bersangkutan," ujarnya.
Prasetyo menegaskan bahwa aturan larangan peredaran uang tunai di dalam LP berlaku menyeluruh bagi napi, tahanan, maupun sipir selama di dalam ruang penjara.
"Jika ada yang kedapatan membawa uang tunai dan melakukan transaksi secara langsung akan kami sita. Peraturan ini berlaku tegas dan mengikat pada semua unsur di dalam LP," tegasnya.
Salah satu napi yang tidak disebut namanya mengaku memiliki dua kartu BRIZZI untuk alat bayarnya selama di dalam LP.
Ia mengakui pemberlakukan alat bayar nontunai membuatnya merasa lebih praktis karena tidak lagi bingung membawa ataupun menyimpan uang selama di dalam sel penjara.
"Untuk aktivitas pembayaran juga efektif, cuma kelemahan kartu ini tidak menggunakan sistem kata sandi atau PIN. Kalau hilang, isinya (uang dalam rekening) bisa ikut amblas (hilang) karena dengan mudah digunakan orang lain asal tahu nomor seri kartu yang tertera," ujar narapidana kasus penggelapan uang salah satu koperasi simpan-pinjam di Tulungagung tersebut.
Pewarta: Destyan HS
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015
Tags: