"Agar anak terlindungi dari paparan dan produk rokok, menurut saya, ketiadaan iklan, promosi dan sponsor rokok di sekitar sekolah sangat berpengaruh untuk anak-anak," ujar Tyas, di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, iklan disertai penjualan rokok di sekitar sekolah selain memudahkan anak terpapar rokok, juga bisa menjadi celah bagi anak untuk mencoba produk tembakau itu.
"Jika lingkungan sekolah saja 'diserbu' iklan-iklan dan promosi rokok, maka anak akan lebih mudah terpapar rokok. Iklan juga akan ada penjualan rokok di sekitar sekolah, ini juga bahaya untuk anak jadi lebih mudah mencoba rokok," kata dia.
Selain itu, lanjut Tyas, peran guru dan orang tua juga diperlukan dalam hal edukasi bahaya merokok bagi kesehatan.
Namun, kata dia, hal ini tak akan berefek bila iklan rokok masih saja muncul di sekitar anak.
"Guru dan orangtua juga berperan penting untuk memberikan edukasi bahaya rokok pada anak, namun kembali lagi, jika guru dan orang tua sudah memberikan edukasi, namun belum demikian lingkungannya di luar rumah dan sekolah," kata Tyas.
Masalah rokok masih menjadi masalah besar di Indonesia. Data dari Global Adult Tobacco Survey 2011 (GATS 2011) menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia terutama untuk laki-laki dewasa menempati urutan pertama dalam hal jumlah di antara 16 negara berkembang di seluruh dunia (67 persen laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok).
Sementara itu, berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 oleh Kementerian Kesehatan RI dan WHO, ditemukan bahwa 20 persen anak usia 13-15 tahun merupakan perokok aktif.