Bentuk dukungan bila punya anggota keluarga dengan gangguan jiwa
5 Oktober 2015 20:14 WIB
ilustrasi Sejumlah penderita gangguan mental bersantai usai menikmati makan pagi di Panti Rehabilitasi Mental Yayasan Galuh di Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (4/9). Biaya operasional panti yang merawat lebih dari 300 pasien gangguan mental dan kejiwaan dari berbagai daerah itu ditanggung para donatur dan Pemkot Bekasi. (ANTARA FOTO/Paramayuda)
Jakarta (ANTARA News) - Ahli kesehatan jiwa mengungkapkan, di samping pengobatan, dukungan keluarga dan masyarakat menjadi hal penting bagi kepulihan para pasien gangguan jiwa.
Menurut psikolog perkembangan, Ninik S. Mahar, salah satu hal yang bisa kita lakukan ialah saat pasien kambuh lalu menyatakan apa yang ia halusinasikan misalnya melihat ada orang yang hendak membunuhnya, pihak keluarga sebaiknya tidak langsung mematahkan pernyataan itu.
"Pertama kita berusaha melihat dari sisi pasien. Kalau misalnya ia mengeluhkan gejala seperti (halusinasi) mau dibunuh orang, kita tidak perlu mematahkan keyakinan itu. Pahami saja," ujar Ninik kepada ANTARA News di sela penyelenggaraan Pekan Proyeksi Jiwa, di Kampus Universitas Katholik Atma Jaya, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, selain mencoba memahami apa yang pasien rasakan, pihak keluarga juga perlu mencari bantuan dokter agar pasien mendapatkan pengobatan.
"Cari dukungan orang lain, dokter. Dampingi pasien. Biasanya dokter tidak hanya memberikan obat tetapi juga psikoterapi," kata dia. Kemudian, bila pasien telah pulih dari kekambuhan, sebaiknya libatkan dia dengan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas layaknya orang sehat lainnya.
"Kita beri dia (pasien) tanggung jawab. Misalnya tugas mencuci piring, menyapu atau tugas sesuai kemampuan mereka. Beberapa pasien yang diusulkan begitu bisa cepat pemulihannya," ungkap Ninik.
"Dia akan memiliki kepercayaan diri, merasa diterima dan berguna untuk orang lain," tambah dia. Ninik menambahkan, dalam kehidupan bermasyarakat, sebaiknya perlakukan pasien seperti layaknya orang sehat, misalnya mengundang ke berbagai acara di lingkungannya dan kegiatan lainnya.
Menurut psikolog perkembangan, Ninik S. Mahar, salah satu hal yang bisa kita lakukan ialah saat pasien kambuh lalu menyatakan apa yang ia halusinasikan misalnya melihat ada orang yang hendak membunuhnya, pihak keluarga sebaiknya tidak langsung mematahkan pernyataan itu.
"Pertama kita berusaha melihat dari sisi pasien. Kalau misalnya ia mengeluhkan gejala seperti (halusinasi) mau dibunuh orang, kita tidak perlu mematahkan keyakinan itu. Pahami saja," ujar Ninik kepada ANTARA News di sela penyelenggaraan Pekan Proyeksi Jiwa, di Kampus Universitas Katholik Atma Jaya, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, selain mencoba memahami apa yang pasien rasakan, pihak keluarga juga perlu mencari bantuan dokter agar pasien mendapatkan pengobatan.
"Cari dukungan orang lain, dokter. Dampingi pasien. Biasanya dokter tidak hanya memberikan obat tetapi juga psikoterapi," kata dia. Kemudian, bila pasien telah pulih dari kekambuhan, sebaiknya libatkan dia dengan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas layaknya orang sehat lainnya.
"Kita beri dia (pasien) tanggung jawab. Misalnya tugas mencuci piring, menyapu atau tugas sesuai kemampuan mereka. Beberapa pasien yang diusulkan begitu bisa cepat pemulihannya," ungkap Ninik.
"Dia akan memiliki kepercayaan diri, merasa diterima dan berguna untuk orang lain," tambah dia. Ninik menambahkan, dalam kehidupan bermasyarakat, sebaiknya perlakukan pasien seperti layaknya orang sehat, misalnya mengundang ke berbagai acara di lingkungannya dan kegiatan lainnya.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: