Mekkah (ANTARA News) - Jumlah korban peristiwa Mina yang meninggal dan berhasil diidentifikasi terus bertambah.

Meski telah memasuki minggu ke-2 sejak terjadi peristiwa itu (24/9) masih banyak korban meninggal di pemulasaran mayat yang belum diidentifikasi.

Berdasarkan foto yang dirilis di pemulasaran mayat, Al Muashim, Mekkah, ada 2.000 jenazah di tempat tersebut yang mungkin sebagian besar adalah korban meninggal dalam peristiwa di Jalan 204, Mina, tersebut.

Indonesia sendiri kehilangan sekitar lebih dari 100 jemaah haji yang dibawanya dari Tanah Air. Sebanyak 95 jemaah diantaranya sudah diindentifikasi meninggal, dan 28 orang --hingga hari ke-10 sejak kejadian Mina -- belum ditemukan atau belum kembali ke pemondokan mereka di Mekkah.

Bahkan, Kementerian Agama selaku Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menemukan dan mengidentifikasi lima warga negara Indonesia (WNI) yang telah bermukim di Arab Saudi dan sedang berhaji, juga ikut jadi korban dalam peristiwa tersebut.

"Sebagai wakil pemerintah, kami sangat terpukul dengan peristiwa (Mina) ini," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sehari setelah kejadian di Jalan 204, Mina itu.

Tidak hanya Indonesia, sekitar 25 negara lain yang jemaahnya ikut menjadi korban meninggal maupun cidera mungkin juga terpukul dan kecewa, seakan peristiwa di terowongan Mina tahun 1990 yang menelan ribuan korban jiwa kembali terulang.

Terlepas dari soal takdir dari Sang Pencipta, Allah SWT, Pemerintah Iran yang jemaahnya paling banyak jadi korban, menuding Pemerintah Arab Saudi telah melakukan kelalaian dalam pengamanan jemaah, sehingga terjadi peristiwa jemaah terdesak, terdorong, dan terinjak-injak di jalan sempit 204, Mina, pada 24 September 2015 itu.

Seperti dilansir kantor berita Iran, IRNA, sebanyak 465 jemaah dari negara itu ikut menjadi korban dari peristiwa Mina.

Kepala Badan Urusan Haji Iran, Said Ohadi mengeluarkan pernyataan cukup keras, " Insiden hari ini (24/9) menunjukkan ada salah urus oleh Arab Saudi dan kurang perhatian terhadap keamanan jemaah haji."

Seakan menanggapi tudingan keras itu, Menteri Kesehatan Arab Saudi Khaled Al Falih menyalahkan ketidakdisiplinan jemaah sehingga tragedi Mina itu terjadi. Menurut dia, peristiwa tersebut bisa dihindari jika jemaah mengikuti instruksi.

Pemerintah Indonesia sendiri nampaknya tidak ingin berpolemik soal siapa yang salah dalam peristiwa tragis yang pasti tidak diinginkan siapapun dan negara mana pun.

"Kami tidak ingin menyalahkan siapa-siapa, tapi kami ingin menarik pelajaran dan evaluasi agar peristiwa Mina ini tidak terulang di musim haji tahun depan," kata Menag Lukman Hakim Saifuddin.


Lamban

Meski Pemerintah Indonesia terbilang sabar dan menghindari saling tuding yang tidak menyelesaikan masalah, namun terlihat jelas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin agak kecewa dengan otoritas Arab Saudi.

Ia menilai Pemerintah Arab Saudi lamban memberi akses kepada tim PPIH untuk melakukan identifikasi jemaah Indonesia yang menjadi korban meninggal pada peristiwa tersebut.

"Kami baru mendapat akses (masuk pemulasaran mayat, Al Muashim) pada 25 September pukul 23.00 Waktu Arab Saudi (WAS)," katanya.

Itu artinya lebih dari 24 jam, pihak Indonesia tidak mengetahui keberadaan jemaahnya. Padahal jemaah yang selamat dalam peristiwa itu sudah mengabarkan kepada keluarga mereka di Tanah Air tentang anggota, kerabat, atau sanak famili mereka yang meninggal dalam peristiwa Mina.

Namun Pemerintah Indonesia terutama Kemenag sebagai PPIH tidak ingin gegabah mengumumkan kematian seseorang tanpa bukti yang cukup. "Kami ingin melakukan (identifikasi) dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan, sehingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan," ujar Menag.

Sebagai bentuk tanggung jawab juga, Lukman yang juga Ketua Amirul Hajj pada musim haji tahun ini, menunda kepulangannya ke Tanah Air dari 28 September menjadi 1 Oktober 205.

Ia agaknya ingin memastikan sistem dan strategi penelusuran jemaah yang jadi korban terancang dengan baik, sehingga jemaah yang hilang pada peristiwa Mina bisa segera ditemukan.

Bahkan Lukman juga ikut memimpin tim ke pemulasan mayat, Al Muashim, untuk mengidentifikasi korban lewat foto-foto yang dipampang di dinding gedung itu.

"Kami bisa memahami prioritas Pemerintah Arab Saudi untuk mengevakuasi para korban meninggal," katanya.

Namun, ia bersama Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tetap melakukan jalur diplomatik dan berkomunikasi dengan otoritas Arab Saudi agar Indonesia diberi akses lebih leluasa untuk mengidentifikasi jemaah Indonesia yang wafat dalam peristiwa Mina itu.

Hasilnya cukup mengesankan, meski terbilang lambat. Pemerintah Arab Saudi akhirnya mengizinkan tim DVI (Disaster Victim Identification) dari Kepolisian RI ikut membantu pengidentifikasian korban. Apalagi setelah seminggu kejadian, kondisi jemaah sudah memburuk.

"Kondisi jenazah sudah memburuk, nampak lebam-lebam dan makin sulit dikenali," kata Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Arsyad Hidayat yang membentuk tiga tim untuk mempercepat penelusuran dan pengidentifikasian korban.

Ia mengatakan sampai Minggu (4/10) pukul 08.00 WAS atau pukul 12.00 WIB, sebanyak 82 persen korban Mina sudah diidentifikasi. "Dari 154 jemaah yang dilaporkan hilang sebanyak 126 jemaah sudah diidentifikasi, yang wafat 95 orang, enam orang masih dirawat di rumah sakit dan dan 25 jemaah telah kembali ke pemondokan mereka," katanya.

Tim DVI sendiri baru tiba di Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (3/10), pukul 15.15 WAS. "Kami siap langsung bekerja," kata Ketua TIM DVI Mabes Polri Kombes Polisi dr Muhammad Masudi.


Investigasi

Untuk memastikan pemicu peristiwa jemaah terdesak, terdorong, dan terinjak-injak sehingga timbul ratusan atau bahkan ribuan korban meninggal, Pemerintah Arab Saudi melakukan investigasi untuk mengetahui siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas peristiwa tragis tersebut.

Kecepatan otoritas Arab Saudi melakukan investigasi dan mengumumkan hasilnya sangat ditunggu masyarakat, terutama keluarga mereka yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.

Apalagi telah beredar berita kunjungan Putera Mahkota Arab Saudi dan tamu istimewanya telah turut menjadi pemicu kejadian di Mina itu, karena jalan menuju Jamarat, tempat lontar jamrah, menjadi ditutup.

"Adanya putra mahkota yang mengunjungi lokasi tidak benar. Media asing juga menyampaikan adanya gas beracun, itu semua bohong. Tidak benar," kata Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa Ibrahim Al Mubarak, dalam jumpa pers di Jakarta.

Ia berharap semua pihak bersabar untuk menunggu hasil investigasi tersebut.

Sementara itu Konsuler Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) Dharmakirty Syailendra Putra mengatakan dalam waktu dekat Pemerintah Arab Saudi akan mengumumkan hasil investigasinya.

"Konjen RI di Jeddah sudah mendapat informasi awal dari pihak Arab Saudi yang menyatakan hasil investigasi mereka mungkin keluar dalam minggu ini," katanya.

Sebagai diplomat, ia nampak menghormati proses investigasi Pemerintah Arab Saudi tersebut, meski sekali lagi terbilang lamban.

Dharmakirty mengaku tidak ingin terlibat dalam asumsi dan informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Apalagi informasi tersebut cenderung bermuatan politik terkait isu geopolitik dan keamanan di Timur Tengah.

"Jadi sebaiknya semua pihak menahan diri dan menunggu hasil investigasi yang akan diumumkan secara resmi oleh Arab Saudi," ujarnya.

Data korban meninggal sendiri sampai saat ini masih simpang siur, karena otoritas Arab Saudi tetap mengumumkan data korban meninggal setidaknya hanya sekitar 700 orang, sementara di pemulasaran mayat, Al Muashim jumlah foto jenazah yang dipampang mencapai sekitar 2.000 foto.

Dharmakirty mengatakan jumlah foto jenazah itu mengacu pada nomor file dokumen jemaah haji yang meninggal yang berada di berbagai rumah sakit di Arab Saudi.

"Kalau bicara soal nomor file, bisa saja, diantara dua ribuan foto itu, satu, dua nama bukan merupakan korban Mina," ujarnya.

Dengan demikian nampaknya kita harus sabar menanti, untuk memperoleh jawaban dan kepastian penyebab duka ribuan keluarga yang kehilangan anggota mereka yang mati syahid saat berusaha menyempurnakan ibadah haji di Tanah Suci.